Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menilai penangkapan yang dilakukan polisi terhadap tiga masyarakat Tabek Lanyek, Jorong Gurah, Nagari Batu Bajanjang, Lembang Jaya, Kabupaten Solok, Sumatera Barat tidak mengedapankan asa keadilan.
“Polisi terlalu menyederhanakan masalah. Seolah-olah hanya tentang pembakaran mobil, tidak melihat secara komprehensif, latar belakangnya seperti apa,” ujar Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Era Purnama Sari, Rabu 7 Februari 2018.
Penangkapan tiga orang masyarakat ini buntut dari aksi brutal ratusan massa yang mengatasnamakan Masyarakat Salingka Gunung Talang yang menolak proyek geothermal di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, pada November 2017 lalu.
Era mengatakan, yang ditangkap polisi itu merupakan tokoh masyarakat yang memperjuangan penolakan proyek geothermal. Mereka merupakan paralegal LBH Padang di daerah tersebut.
“Ini mesti dipertanyakan. Yang ditangkap ini justru tokoh tokoh yang memang justru menjelaskan pengetahuan hukum pada masyarakat. Yang LBH Padang tunjuk untuk membantu masyarakat,” ungkapnya.
Ia juga kecewa dengan polisi dalam melakukan interogasi. Polisi selalu mengarahkan pertanyaan yang di luar konteks. Seperti pertanyaan siapa yang hadir rapat, kapan rapat, dan lainnya.
“Silahkan selidiki unsur pembakarannya. Kalau justru mengusut masyarakat yang menolak kehadiran investasi geotermal, tentu tidak benar caranya. Karena hal itu murni hak dari masyarakat,” ujarnya.
Namun, kata dia, LBH sebagai kuasa hukum masyarakat tersebut akan mematuhi proses hukum.
“Kami sebagai kuasa hukum, dan sebagai orang hukum, tentu psoses hukum akan dipatuhi. Kami akan selalu mendampingi masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya, Polda Sumatera Barat menangkap tiga orang masyarakat Tabek Lanyek, Jorong Gurah, Nagari Batu Bajanjang, Lembang Jaya, Kabupaten Solok. Mereka diduga merusak mobil pengelola geothermal di Kabupaten Solok.
Ketiga masyarakat itu adalah, Edi Cotok, Ayu Dasril, dan Hendra Cakak.
Sumber : Kumparan.com