Dua orang terduga teroris, Sapari, (49), dan Mugi Hartanto, (38), yang akhirnya dibebaskan setelah menjalani pemeriksaan selama seminggu oleh Tim Densus 88.
Menurut Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma, pemberiang waktu selama tujuh hari atau seminggu kepada Densus 88 untuk melakukan penangkapan tanpa adanya status tahanan sudah melanggar hukum.
“Sudah melanggar hukum dan fungsi negara hukum yang harus memberikan perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya agar tidak tirjadi kesewenangan2-wenangan dan kepemilikan warganya,” kata Alvon melalui pesan singkat kepada Okezone, Senin (29/7/2013).
Dijelaskannya, masalah ini sudah menjadi perdebatan yang akut dalam proses dan konsepsi negara hukum dimana dari dua fungsi tersebut malah bertentangan dengan UU Nomor 15 tahun 2003 tentang terorisme.
“Apakah akan melindunggi warganya dari serangan teroris tanpa menguranggi hak-hak pribadi mereka atau haruskah kita tidak memberikan mandat yang lebih luas dan kabur dan luas pada negara untuk memastikan bahwa hal ini dapat mengefektifkan perlindungan bagi hak-hak,” jelasnya.
Terkait masalah Sapari dan Mugi bisakah menuntut Densus 88 atau tidak, Alvon menuturkan mereka tidak bisa melakukan penuntutan karena waktu pemeriksaan diberikan seminggu.
“Berdasarkan UU Nomor 15 tahun 2003 menyatakan penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat 2 untuk paling lama 7 x 24 jam,” tambahnya.
Sebelumnya, Sapari adalah warga Desa Penjor, sedangkan Mugi, warga Desa Gambiran, Kecamatan Pagerwojo ikut ditangkap oleh Densus 88 karena mengantarkan terduga teroris Rizal dan Dayat untuk mencari bus di Jalah Pahlawan. Rizal dan Dayat tewas ditembak petugas dalam penggerebekan itu.
Sapari menceritakan, penggerebekan berlangsung cepat sekitar tiga menit, bahkan dia dan Mugi belum sempat turun dari kendaraan. Saat itu tiba-tiba Densus menembak Dayat, sedangkan Rizal mencoba melarikan diri ke arah utara sebelum akhirnya juga mati ditembak. Sementara dia dan Mugi langsung diringkus dan dimasukkan ke dalam mobil.
Selama menjalani pemeriksaan, Sapari mengaku tidak mendapat perlakuan kasar dari aparat kepolisian. Dia diperiksa dalam kondisi mata tertutup isolasi. Dia juga diperiksa sendiri tidak bersama-sama Mugi, ketika tidur pun tidak bersama Mugi.
Hal serupa turut disampaikan Mugi. Meski ada sejumlah luka lecet di pergelangan tangannya akibat borgol yang menurutnya terlalu kencang. Dia berharap agar namanya kembali bersih dan dipastikan tidak terlibat dalam jaringan terorisme.
Sumber: okezone.com