Tepat tanggal 10 Desember 2013, seluruh negara-negara di dunia temasuk Indonesia memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional. Tidak dapat dipungkiri, pada masa lalu terutama dimasa Orde Baru, Indonesia memiliki catatan yang buruk terkait penegakan HAM. Tak terhitung banyaknya nyawa yang melayang selama pembunuhan besar-besaran yang terjadi di tahun 1965-1966. Belum lagi pelanggaran HAM yang terjadi pada peristiwa Tanjung Priok 1984, Kasus tanah Kedung Ombo, Jawa Tengah 1989, pembunuhan terhadap aktivis buruh, Marsinah 1993, pembunuhan wartawan Bernas Yogyakarta, Udin 1994, Penculikan terhadap aktivis Demokrasi pada sekitar tahun 1997-1998 dan masih banyak lagi pelanggaran HAM lainnya. Bahkan pada masa setelah jatuhnya Orde Baru, pelanggaran HAM tetap terjadi, seperti pembunuhan terhadap Aktivis HAM Munir pada tahun 2004.
Di masa Reformasi yang mulai digulirkan pada tahun 1998 dengan jatuhnya Orde Baru hingga saat ini pada saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), penghormatan terhadap HAM belum tegak sepenuhnya di Indonesia. Hingga kini, terdapat pelanggaran HAM terutama pada bidang Kebebasan Beragama seperti yang dialami oleh Jemaah Ahmadiyah Indonesia, Jemaat GKI Yasmin, Jemaat HKBP Filadelfia, Jemaah Syi’ah Indonesia dan masih banyak lagi kasus pelanggaran HAM yang masih terjadi.
Dalam puncak acara Peringatan Hari Anti Korupsi dan HAM se-dunia yang diadakan pada 9 Desember 2013 di Istana Negara, Presiden SBY mengatakan bahwa Indonesia terus berupaya menjunjung tinggi dan memajukan hak azasi warganya. Dan beliau menambahkan bahwa kini boleh dikata tidak ada kasus-kasus pelanggaran HAM berat, kasus-kasus pelanggaran dari negara terhadap rakyat. Pernyataan tersebut sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat bahwa Pemerintah melakukan pembiaran dan bahkan berperan aktif terhadap suburnya Intoleransi terhadap Kebebasan Beragama. Tercatat bagaimana Pemerintah Kota Bekasi menyegel Mesjid milik Jemaah Ahmadiyah Indonesia dan membatasi kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia. Penyegelan GKI Yasmin oleh Pemerintah kota Bogor pada 10 April 2010. Pemerintah juga berupaya untuk merelokasi Jemaah Syi’ah dari Sampang Madura setelah terjadi beberapa penyerangan dan perusakan terhadap rumah-rumah Jemaah Syi’ah Sampang Madura., bukan mencari solusi konkret terhadap masalah tersebut.
Bahkan, dalam skala nasional, Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri terhadap Jemaah Ahmadiyah Indonesia yang isinya tentu merugikan bagi Jemaaah Ahmadiyah.selain itu, Pemberintah telah melakukan pembiaran terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di masyarakat seperti penyerangan dan perusakan properti Jemaah Ahmadiyah, Jemaah Syi’ah di Madura dan masih banyak lagi. Ironisnya, Suryadharma Ali dalam kapasitasnya sebagai Menteri Agama yang seharusnya menjalankan Konstitusi Republik Indonesia dimana didalamnya mencakup Penghormatan dan Perlindungan bagi para pemeluk agama di Indonesia, malah menjadikan Pembubaran Ahmadiyah sebagai suatu solusi atas permasalahan Ahmadiyah di Indonesia.
Masyarakat sendiri menilai bahwa komitmen terhadap SBY rendah, Berdasarkan hasil survei, sebanyak 52,4 persen responden menilai SBY mempunyai komitmen rendah dan 38,1 persen tidak memiliki komitmen terhadap pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan HAM. 55,5 persen responden pun menilai selama kepemimpinan SBY, pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan akan HAM cenderung stagnan. Bahkan 36,5 persen menyatakan terjadi kemunduran.
Dengan memperhatikan hal itu semua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia menilai, SBY telah melakukan kebohongan publik dengan menyatakan sesuatu yang sangat bertentangan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan serta secara sengaja telah melakukan pembiaran atas suburnya Intoleransi di negeri ini yang cepat atau lambat akan membunuh bangsa Indonesia.
Oleh karena itu YLBHI mendesak :
- Dengan momentum Hari HAM Internasional 10 Desember 2013, dijadikan sebagai awal dari penegakan terhadap prinsip-prinsip HAM yang mencakup Toleransi, perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara Indonesia dan berperan aktif dalam menjalankan UU D 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
- Pemerintah untuk menuntaskan Pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu seperti Pelanggaran HAM yang terjadi pada 1965, Tragedi Tanjung Priok, Pembunuhan Marsinah, Pembunuhan Udin, Penculikan dan pembunuhan terhadap para aktivis HAM 1998, pembunuhan terhadap Munir yang hingga saat ini. Serta memberikan perlindungan terhadap keberagaman dan kebebasan beragama di Indonesia.
- Pemerintah hendaknya juga menuntaskan pelanggaran HAM yang terjadi sekarang ini terutama perlidungan terhadap keberagaman dan kebebasan beragama sesuai dengan konstitusi dan nilai-nilai hak asasi manusia.
- Pemerintah hendaknya juga meratifikasi beberapa peraturan yang masih tertunda seperti Optional Protocol to the Convention against Torture (OPCAT) yang merupakan peraturan internasional pencegahan terhadap penyiksaan.
- Pemerintah serius untuk memikirkan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, salah satunya dengan kembali melakukan penyusunan Undang-undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang sebelumnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, tentunya dengan mempertimbangkan putusan dari Mahkamah Konstitusi, sebagai bukti keseriusan pemerintah terhadap perlindungan Korban Pelanggaran HAM di Indonesia.
Jakarta, 10 Desember 2013
YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM INDONESIA
Bahrain, S.H., M.H.
Direktur Advokasi dan Kampanye
Ref: No.249/PR /BP-YLBHI/XII/2013