Warsini, seniman ludruk RRI Surabaya mendatangi Mahkamah Agung (MA) di Jakarta, Kamis (12/12). Ia berjuang agar MA memberikan putusan seadil-adilnya bagi putranya, Fariz Anwar bin Winarno yang menjadi korban rekayasa kasus di Surabaya. Saat di MA, Warsini juga menampilkan aksi teatrikal yakni memperagakan Tari Remo.
“YLBHI menilai bahwa rekayasa kasus beberapa kali terjadi dan hingga kini tidak ada tindak lanjut yang nyata dari Polri untuk menindak tegas oknum anggota Polri yang melanggar Kode Etik Kepolisian,” ujar Direktur Advokasi dan Kampanye Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bahrain yang menjadi pendamping Warsini di Jakarta.
Bahrain menjelaskan, keadilan di Indonesia kembali tercoreng dengan adanya dugaan rekayasa kasus terhadap perkara yang dialami oleh Fariz Anwar di Surabaya, Jawa Timur. Perkara itu diadili di Pengadilan Negeri Surabaya dengan Nomor Register 134/Pid.B/2013/PN. Sby tertanggal 20 Mei 2013. Lalu, putusan majelis hakim tingkat banding Nomor 417/Pid.Sus/2013/PT. Sby tertanggal 11 Juli 2013 menguatkan putusan pengadilan negeri. Hingga kini perkara tersebut telah memasuki tahap Kasasi di MA.
Menurut Bahrain, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dengan mengesampingkan beberapa kejanggalan yang terjadi selama proses penyidikan hingga proses peradilan, tetap menjatuhkan hukuman 5limaTahun penjara dan denda Rp 1 miliar kepada Faris atas kejahatan narkotika yang tidak pernah dilakukannya, namun karena dijebak oleh beberapa oknum polisi.
“Kasus Fariz ini mengingatkan kita terhadap kasus Sarmidi warga Demak Jawa Tengah yang menjadi korban rekayasa kasus narkotika oleh Polrestabes Semarang,” ujarnya.
Sarmidi akhirnya dibebaskan oleh MA karena perbuatan Sarmidi bukan masuk dalam unsur tindak pidana.
Bahrain menjelaskan, Fariz dijebak oleh Aditya Listianto (mahasiswa Universitas Negeri Surabaya) sebagai guru magang (PKL) di SMA Negeri 3 Surabaya. Aditya yang bersekongkol dengan Roihelu Musi’in dan Akrom Rahman, keduanya anggota Polres Sidoarjo berupaya untuk merekayasa kasus Fariz.
Fariz merupakan anak bungsu dari lima bersaudara, yang hingga saat ini statusnya masih menjadi peserta didik di SMAN 3 Surabaya. Fariz dinyatakan tidak lulus secara sepihak oleh SMAN 3 Surabaya karena dia tersangkut kasus tersebut, dalam hal ini Fariz dirampas haknya untuk mendapatkan pendidikan seperti tidak mengikuti ujian kelulusan.
“Fariz juga mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan tidak mendapatkan haknya sebagai seorang tersangka selama penyidikan seperti tidak disediakan penasehat hukum, mendapatkan intimidasi pada saat penyidikan,” tutur Bahrain.
Selain itu, kata dia, isi BAP (berita acara penyidikan) tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh tersangka. Di dalam persidangan, hakim hanya mengacu kepada BAP, tanpa menghadirkan saksi-saksi untuk mengungkap sebuah peristiwa hukum, sehingga dapat dipastikan putusan dari majelis hakim jauh dari rasa keadilan.
Sumber : beritasatu.com