Johanes Gea dari LBH Jakarta, selaku kuasa hukum dua pengamen yang dituntut 13 tahun penjara atas kasus pembunuhan, mempertanyakan tuntutan hukuman atas terdakwa kasus pembunuhan Dicky Maulana tersebut.
“Pantas kah Andro dan Nurdin sebagai korban salah tangkap menjalani hukuman penjara 13 tahun atas pembunuhan yang tidak dilakukannya?” ucap Johanes, di Jakarta, Jumat (13/12).
Menurut Joge, begitu pengacara asal LBH Jakarta itu disapa, tuntutan terhadap dua pengamen, yakni terdakwa Andro Supriyanto alias Andro dan Nurdin Prianto alias Benges yang dibacakan JPU pada persidangan Kamis (12/12), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tidak sesuai dengan fakta persidangan.
Pasalnya, tuntutan JPU tesebut hanya menyadur seluruh pengakuan terdakwa dan saksi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik Polda Metro Jaya, yang disinyalir diberikan karena keterpaksaan terdakwa dan sejumlah saksi.
“Dengan menutup mata dan hati nurani atas fakta hukum bahwa dua terdakwa adalah korban salah tangkap,” ujarnya.
Menurutnya, tuntutan 13 tahun bui kepada dua pengamen tersebut karena JPU tega terhadap nasib orang kecil, meski fakta persidangan berbicara lain. Namun demikian, tandas Joge, pihaknya akan menyampaikan pembelaan untuk menepis tuntutan JPU dan meminta majelis hakim membebaskan dua terdakwa serta menyatakan keduanya sebagai korban salah tangkap.
Kasus pembunuhan Dicky Maulana terjadi pada Minggu 30 Juni 2013. Dalam kasus itu, 6 terdakwa disidangkan, 2 orang dewasa bernama Andro dan Nurdin, dan 4 orang lagi merupakan bocah di bawah umur, yakni FP (16), F(14), BF (16), dan AP (14). Mereka semua berprofesi sebagai pengamen.
Pada Selasa 1 Oktober 2013 lalu, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan yang diketuai Suhartono telah menjatuhi hukuman kepada 4 pengamen dengan vonis 3 sampai 4 tahun penjara. Masing-masing dijatuhi hukuman berbeda.
Keempatnya dinyatakan secara sah terbukti melakukan pembunuhan terhadap Dicky. Sedangkan terdakwa Andro dan Nurdin masih menanti vonis sang hakim pada persidangan selanjutnya.
Sumber : gatra.com