Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Alfon Kurnia Palma tak kaget ketika Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat tak memilih seorang pun dari tiga calon hakim agung yang disodorkan Komisi Yudisial. Menurut dia, keputusan yang diambil KY tak bisa disalahkan.
“Sebab, itu sudah sesuai dengan Undang-Undang Komisi Yudisial dan Undang-Undang Mahkamah Agung yang direvisi oleh Mahkamah Konstitusi,” kata Alfon saat dihubungi, Selasa, 4 Februari 2014.
Dia tak tahu apa alasan utama Komisi Hukum mengembalikan ketiga calon hakim agung itu. Menurut dia, penolakan itu tak lebih dari urusan politik ketimbang hukum.
Alfon mengakui memang susah memilih hakim agung. Menurut dia, hal ini bukan karena tak ada hakim yang bersih dan jujur di Indonesia. Para hakim yang bersih dan berintegritas tak tertarik untuk mendaftarkan diri sebagai calon hakim agung.
“Mereka sejak awal sudah takut kalau butuh duit banyak untuk jadi hakim agung,” kata dia. “Ya, sudah rahasia umum kalau ingin jadi hakim agung tak gratis.”
Meski daya jangkau sosialisasi rekrutmen calon hakim agung sudah optimal hingga di daerah, kenyataannya hanya sedikit hakim yang mau mendaftar. Walhasil, dia melanjutkan, pilihan calon hakim agung tak banyak.
Sebelumnya, berdasarkan hasil voting, Komisi Hukum DPR menolak tiga calon hakim agung yang disodorkan oleh KY. Dari 48 anggota Dewan yang hadir, hakim Suhardjono mendapatkan 3 suara setuju, 44 suara tidak setuju, dan 1 abstain.
Hakim Maria Anna Samyati juga memperoleh jumlah suara yang sama dengan Suhardjono. Adapun hakim Sunarto meraup 5 suara setuju, 42 suara setuju, dan 1 abstain.
Sumber : yahoo.co.id