Jaringan Advokasi Layak Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) mencatat 65 persen dugaan kasus penganiyayan terhadap PRT tidak ditindaklanjuti kepolisian. Namun, untuk kasus penyekapan 17 PRT yang terjadi di Bogor belum lama ini, diharap bisa tuntas terselesaikan.
Kordinator Advokasi JALA PRT, Ali Akbar Tanjung mengatakan, kasus ini harus dikawal agar kepolisian dapat memastikan proses hukum yang berjalan sekarang ini bersifat adil, transparan dan objektif. Terlebih, kasus serupa pernah terjadi sebelumnya pada 2012 silam.
“Berdasarkan data yang kami terima 653 dugaan kasus penganiyayan PRT tidak ditindaklanjuti serius, dan berhenti di kepolisian,” kata Ali dalam jumpa pers di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Senin (24/2).
Dia menambahkan, Pemerintah juga harus menyiapkan payung hukum untuk PRT agar mereka tidak diperlakukan semena-mena. Sayangnya, RUU Perlindungan PRT yang pernah digagas sejak 7 tahun lalu di 2007, tidak pernah dibahas oleh DPR.
Padahal, RUU tersebut masuk dalam program legislasi nasional. Artinya menjadi prioritas untuk segera disahkan. Presiden SBY juga diminta meratifikasi Konvensi ILO 189 kerja layak PRT untuk menjamin hak-hak mereka.
“Bagaimana negara ini mau melindungi TKI di luar, kalau PRT di dalam negeri sendiri tidak terurus dan punya payung hukum,” ujar dia.
Anggota JALA PRT, Mira Milasari menambahkan, pihaknya mencatat, dari perkiraan total, sebanyak 10 juta PRT yang ada di Indonesia, 40 persennya merupakan pekerja anak. Dan dari hasil survey yang dilakukan, sekitar 42 persen dari para PRT anak tersebut menjadi korban pelecehan seksual.
“Sebab, dari sekitar 1.200 penyalur PRT yang ada, 40 persen dianggap bermasalah dan melakukan pelanggaran,” paparnya
Sumber : republika.co.id