Samsudin Nurhesa, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, berpendapat para tersangka kasus penjualan lahan milik Univesitas Gadjah Mada (UGM) dapat terjerat tindak pidana pencucian uang. Terlebih, uang hasil penjualan lahan tersebut kemudian digunakan lagi untuk membeli tanah yang dipakai sebagai lahan praktik mahasiswa Fakultas Pertanian.
“Para tersangka bisa saja dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang, sumbernya berasal dari tindak pidana korupsi asal (tuntutan pokok),” paparnya, Kamis (19/6).
Informasi yang dihimpun dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Yogyakarta, hasil penjualan lahan seluas 4.000 meter persegi di Plumbon, Banguntapan, Bantul itu senilai Rp 2,088 miliar, namun yang tercantum pada pajak penjualan hanya Rp 1,2 miliar. Selanjutnya, hasil penjualan lahan tersebut dibelikan lahan di Wukirsari, Cangkringan, Sleman seluas 9.000 meter persegi yang digunakan untuk praktik mahasiswa Fakultas Pertanian.
Rencananya, oleh Yayasan Fapertagama, sisa uang penjualan tersebut akan dibelikan lahan lagi dengan total luas dua hektare. Sementara itu, kejelasan asal usul lahan yang dijual oleh Yayasan Fapertagama itulah yang dipermasalahkan oleh Kejati. Pasalnya, lahan yang saat ini sudah menjadi kompleks perumahan itu merupakan aset universitas dan bukan milik yayasan.
“Jika memang terdapat indikasi kuat yang disertai alat bukti yang cukup, kejaksaan dapat menggunakannya untuk mengembangkan perkara itu,” kata Samsudin.
Sumber : tribunnews.com