Siaran Pers Bersama Yayasan LBH Indonesia, KIPP, PBHI dan LBH Apik Mengenai Pengajuan dan Substansi Gugatan Warga Negara terhadap KPU dan Presiden RI
tentang
Hingga hari ini, YLBHI, KIPP, PBHI dan LBH Apik sebagai kuasa hukum warga negara dan aktivis pemantau Pemilu, tidak menerima respon secara tertulis dari KPU dan Pemerintah menjawab tuntutan diadakannya Pemilu Susulan bagi warga negara yang tidak dapat menikmati hak untuk memilih (right to vote) dalam Pemilu legislatif pada 9 April 2009. Besok (Kamis, 23/4) merupakan batas akhir pemberitahuan (notifikasi) untuk KPU dan Pemerintah memenuhi salah satu hak asasi manusia yang fundamental ini.
Siaran Pers Bersama
Yayasan LBH Indonesia, KIPP, PBHI dan LBH Apik
Mengenai Pengajuan dan Substansi Gugatan Warga Negara terhadap KPU dan Presiden RI
“Tunda Pemilu Presiden dan Wapres Sebelum KPU dan Pemerintah Memenuhi Hak Jutaan Warga Negara dalam Pemilu Legislatif”
Hingga hari ini, YLBHI, KIPP, PBHI dan LBH Apik sebagai kuasa hukum warga negara dan aktivis pemantau Pemilu, tidak menerima respon secara tertulis dari KPU dan Pemerintah menjawab tuntutan diadakannya Pemilu Susulan bagi warga negara yang tidak dapat menikmati hak untuk memilih (right to vote) dalam Pemilu legislatif pada 9 April 2009. Besok (Kamis, 23/4) merupakan batas akhir pemberitahuan (notifikasi) untuk KPU dan Pemerintah memenuhi salah satu hak asasi manusia yang fundamental ini.
Karena permintaan Pemilu Susulan yang diajukan tidak direspon, sesuai dengan notifikasi terbuka yang telah disampaikan pada 14 April 2009, dan surat pemberitahuan yang diserahkan langsung ke kantor KPU dan kantor Sekretariat Negara pada 16 April 2009, maka kami akan mengajukan gugatan warga negara terhadap KPU dan Presiden Republik Indonesia atas perbuatan melawan hukum menghilangkan hak untuk memilih warga negara dalam Pemilu Legislatif. Pemilu susulan sendiri diatur dalam Pasal 229 UU 10/2008, yaitu: “Dalam hal disuatu daerah pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam atau gangguan lainnya yang mengakibatkan seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilu susulan”.
Rencananya, besok kami akan mendaftar gugatan warga negara tersebut ke PN Jakarta Pusat pada pukul 11.00 WIB. Gugatan ini diajukan untuk meminta Pengadilan (lembaga yudikatif) untuk memerintahkan KPU dan Presiden menyelenggarakan Pemilu Susulan guna mereparasi dan merehabilitasi warga negara yang tidak bisa menikmati hak untuk memilih dalam Pemilu legislatif 9 April lalu, karena berbagai sebab, antara lain tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Faktanya, jika ada kemauan, KPU dan Pemerintah dapat memfasilitasi dan menyelenggarakan Pemilu Susulan dan Pemilu Lanjutan setelah Pemilu secara serentak 9 April 2009, seperti yang dilakukan di 1.067 Flores Timur dan Lembata, NTT karena pada 9 April bertepatan dengan perayaan Kamis Putih di wilayah ini. Tidak kurang 200.000 warga ikut serta menikmati haknya untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD di wilayah ini pada 14 April lalu. Pemilu Susulan juga dilakukan di 150 TPS di provinsi Papua akibat cuaca buruk pada 10 April 2009.
Di Kabupaten Donggala, dilakukan Pemilu Lanjutan di 4 TPS akibat surat suara tertukar pada 13 April. Contoh lain adalah penyelenggaraan Pemilu Lanjutan di Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat pada 11 April lalu, akibat tertukarnya surat suara DPR RI dengan daerah pemilihan lain. Akibat kesalahan pada surat suara juga digelar Pemilu Lanjutan di 13 TPS di Lampung pada 12 April 2009.
Adapun substansi dan materi gugatan sebagai berikut:
Pertama, gugatan diajukan oleh korban hak atas memilih dan para aktivis hak asasi manusia (Para Penggugat) terhadap KPU c.q. Ketua KPU c.q. Abdul Hafiz Anshari (Tergugat I) dan Negara c.q. Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (Tergugat II). Bentuk gugatan yang diajukan adalah gugatan perbuatan hukum menghilangkan hak setiap warga negara untuk memilih (right to vote) dalam Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD pada 9 April 2009.
Kedua, kedudukan dan kepentingan hukum Para Penggugat. Para penggugat memiliki hak asasi manusia yang dijamin dalam UUD 1945 (Pasal 29D (1), yaitu “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan juga memuat jaminan hak atas memilih (right to vote) dan hak untuk dipilih (right to be elected) dalam Pemilu (vide Pasal 28D (3), Pasal 43 UU 39/1999, Pasal 25/2005).
Selanjutnya dalam UU 39/1999 dinyatakan setiap warga negara, termasuk Para Penggugat mempunyai hak untuk melakukan segala upaya hukum untuk memperjuangkan dan membela hak asasi (vide Pasal 7, Pasal 17, Pasal 100).
Sebaliknya, Para Tergugat sebagai Penyelenggara Pemilu dan Kepala Pemerintahan diwajibkan oleh UUD dan peraturan perundang-undangan untuk memenuhi hak asasi manusia, termasuk hak atas memilih dalam Pemilu legislatif. Hanya Para Tergugat yang mempunyai otoritas menyelenggarakan Pemilu Susulan dan utamanya mempunyai kewajiban untuk memfasilitasi dan memenuhi hak asasi setiap warga negara (vide Pasal 28I (4) UUD 1945, Pasal 8, 71 – 71 UU 39/1999).
Faktanya, KPU dan Pemerintah sampai hari ini tidak menyelenggarakan Pemilu Susulan guna memenuhi (mereparasi dan merehabilitasi) hak untuk memilih jutaan warga negara, termasuk hak para Penggugat.
Ketiga, tentang gugatan warga negara (citizen law suit). Untuk mengajukan gugatan perdata, pihak penggugat dapat melakukan melalui mekanisme legal standing, gugatan perwakilan (class action) atau gugatan warga negara (citizen law suit). Sebelumnya, putusan pengadilan yang telah menerima bentukan gugatan citizen law suit antara lain: (1) Putusan Gugatan citizen law suit di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan perkara nomor: 28/Pdt.G/2003/PN.JKT.PST yang diputus tanggal 08 Desember 2003 oleh Andi Samsan Nganro, SH., selaku Ketua Majelis Hakim, H. Iskandar Tjake, SH., dan Ny. Andriani Nurdin, SH., masing-masing sebagai anggota majelis hakim, telah mengakui adanya Gugatan citizen law suit, dan; (2) Putusan Gugatan citizen law di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan perkara nomor: 228/Pdt.G/2006/PN.JKT.PST yang diputus tanggal 15 November 2006 oleh Hakim Ketua Majelis Ny. Andriani Nurdin, SH, MH, hakim anggota masing-masing: Heru Pramono, SH, MH dan Makasau, SH, MH, dalam perkara Ujian Nasional.
Selain itu pengajuan gugatan warga negara ini, juga didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (vide Pasal 4(2), 5(2), 16(1) dan 28 (1) UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman).
Keempat, sifat melawan hukum yang dilakukan Para Tergugat, sebagai berikut:
(1) adanya perbuatan melawan hukum). Dengan tidak menyelenggarakan Pemilu susulan, jelas Para Penggugat menutup mata atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Para Penggugat juga jelas tidak mengindahkan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang mewajibkan para penggugat memenuhi hak setiap warga negara untuk memilih dalam Pemilu, sebagaimana disebut diatas;
(2) adanya kerugian yang ditimbulkan. Sampai hari ini jutaan warga negara yang mempunyai hak untuk memilih, tidak dapat menikmati haknya sebagai warga negara, yaitu ikut serta dalam Pemilu untuk memilih para anggota DPR, DPD, dan DPRD;
(3) adanya hubungan kausalitas (sebab-akibat). Kerugian dan pelanggaran hak tersebut, merupakan akibat dari tidak dilaksanakannya Pemilu susulan yang menjadi kewajiban, tanggungjawab, serta kewenangan KPU dan Pemerintah;
(4) Kerugian dan pelanggaran hak tersebut tidak akan terjadi jika KPU dan Pemerintah menyelenggarakan Pemilu Susulan. Tidak diselenggarakannya Pemilu susulan dan membiarkan terjadinya pelanggaran hak untuk memilih (right to vote) yang dialami jutaan warga negara merupakan kesalahan yang dilakukan KPU dan Pemerintah.
Kelima, tuntutan (petitum). Para Penggugat, memohon kepada (majelis hakim) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memeriksa dan mengadili, dan berkenan memutus, antara lain:
1. Memerintahkan Tergugat untuk melaksanakan Pemilu Susulan;
2. Memerintahkan Tergugat menunda Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebelum dilakukan reparasi dan rehabilitasi hak Para Penggugat dan warga negara lainnya, dengan cara menyelenggarakan Pemilu Susulan bagi semua warga negara yang mempunyai hak dan ingin ikut serta dalam Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD
3. Menyatakan bahwa putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun ada upaya verzet, banding, kasasi; perlawanan dan/atau peninjauan kembali (uitvoerbaar bij Voorraad).
Demikian penjelasan ini, kami sampaikan.
Jakarta, 22 April 2009
Yayasan LBH Indonesia, KIPP, PBHI, dkk
Kontak:
A. Patra M Zen (Yayasan LBH Indonesia) 0816 482 53 77
Mochtar Sindang (KIPP) 0812 921 9500
Syamsuddin Radjab (PBHI) 0811 4100 996
Estu R. Fanani (LBH Apik) 0818 177 136
Download File : 20090422_SiaranPers_Gugatan Warga Negara ke KPU