Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Surya Adinata menyayangkan sikap Pemko Medan dan DPRD Medan yang enggan menahan selera untuk menunda pembahasan Perubahan Peruntukan (PP) lahan seluas 23 ribu meter di Jalan Jawa. Malahan pembahasan PP lahan tersebut direncanakan pekan depan. Menurutnya, Pemko dan DPRD Medan harus menunda sampai persoalan hukum terkait dugaan penyalahgunaan wewenang yang saat ini ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) tuntas. Apalagi persoalan hukum tersebut telah ditetapkannya tiga orang tersangka, dua mantan Walikota dan satu dari PT Agra Citra Kharisma (ACK) selaku pengembang. Tentunya jangan sampai rekomendasi atau persetujuan diberikan DPRD Medan nanti diterima Pemko Medan dan akhirnya menjadi proses hukum jilid II.
“Seharusnya ditunda sampai persoalan hukum terkait lahan tersebut ditangani Kejagung sampai tuntas. Jangan terlalu dipaksakan. Nanti jadi persoalan hukum jilid II. Tidak ada salahnya menunggu sampai tuntas,” tegas Surya, menyikapi kedatangan Kejagung yang memeriksa mantan Walikota Medan, Rabu (19/11/2014).
Surya mengungkapkan, selama proses hukum tersebut berlangsung, seharusnya Pemko Medan menstanvaskan atau mengosongkan gedung tersebut. Sebab, bangunan itu tidak memiliki izin. Bukti tidak adanya izin dilihat masih dibahasnya perubahan peruntukan tersebut. Namun, sangat disayangkan Pemko Medan malah diam tanpa memberikan tindakan tegas apapun terhadap bangunan yang beroperasi. Secara tidak langsung pemko juga mempertontonkan kelemahannya dihadapan masyarakat.
“Harusnya distanvaskan atau dikosongkan. Bahkan dibongkar. Bukan dibiarkan. Harga diri Pemko sudah rendah. Pemko kalah dengan orang berduit. Faktanya mereka tidak berani membongkar bangunan tersebut. Ini juga menujukkan penegakan hukum tumpul ke atas tajam kebawah. Ini negara hukum taat azas. Aturan harus ditegakkan,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu dirinya juga mengungkapkan, pihaknya telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Medan dengan tergugat Pemko Medan, PT ACK. Gugatan tersebut dikarenakan bangunan itu tidak memiliki dokumen analisis dampak lingkungan maupun lalu lintasnya. Seharusnya setiap bangunan tinggi atau komersil memiliki itu. Bukan setelah dibangun baru disiapkan dokumenya. Mengingat, tidak bisa diprediksi apa yang terjadi enam tahun ke depan pasca berdirinya bangunan Medan Center Poin (MCP) di kawasan tersebut.
“Kalau terjadi banjir siapa yang dirugikan. Kalau terjadi kemacetan siapa yang dirugikan. Masyarakat Medan. Harusnya Pemko punya marwah membela masyarakatnya. Bukan diam dan tidak peduli. Ini kan harus dipikirkan. Jangan dibiarkan. Jadi, itu harus dikosongkan,” pungkasnya
Sumber : medanbagus.com