LBH Jakarta mempersoalkan persidangan remaja 16 tahun berinisial MS. Remaja itu diadili layaknya orang dewasa. Tambah lagi dia juga ditempatkan di sel orang dewasa.
Dalam keterangannya pengacara publik dari LBH Jakarta Bunga M. R. Siagian, Senin (11/4/2016) meminta agar majelis hakim pengadilan Jakarta Selatan menghentikan persidangan.
“MS seorang anak yang terjebak dalam sistem peradilan yang tidak berpihak pada perlindungan anak, apalagi memperhatikan tumbuh kembangnya,” jelas Bunga. MS dituduh melakukan penganiayaan karena menyiramkan air keras kepada HB (38) tepat pada saat pergantian tahun ke 2016. Keluarga MS sudah berupaya menyampaikan kebenaran bahwa MS masih berumur anak. Namun, karena MS belum memiliki akta kelahiran, keterangan keluarga pun tidak digubris oleh pihak Kepolisian.
Saat itu sebenarnya, lanjut Bunga, MS melakukan penyiraman air keras karena membela diri. Di sebuah gubuk di Kampung Flamboyan 7. Tiba-tiba MS mendengar suara bahwa ada serangan. Menurut penuturan MS, dirinya melihat ada segerombol orang menghampiri tempat ia duduk, yaitu berada di depan gubuk. Sebagian lainnya menuju gubuk di atas. massa yang menyerang kelompoknya membawa senjata tajam. Jelas saja ia langsung menghindar dan mencoba menyelamatkan dirinya.
“MS mendengar seseorang dari kelompok Flamboyan – yang berada di atas gubuk menyampaikan hal demikian, ada air keras di bawah gubuk,” jelas Bunga menceritakan kejadian. “Dengan pemikiran bahwa dirinya akan terkena bacok apabila tidak menyelamatkan diri, maka ia menuju bawah gubuk dan menyiramkan air keras kepada orang yang mencoba membacoknya. Diketahui lebih lanjut, bahwa HB ternyata saat itu telah menghabisi salah satu kawan MS, yaitu AR (20). AR meninggal seketika itu juga,” tutur Bunga lagi.
Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”), yaitu UU Nomor 11 Tahun 2012, menyatakan bahwa dalam perkara yang dilakukan oleh anak dan ancamannya bukan 7 tahun ke atas, maka anak tidak boleh ditahan dan wajib diupayakan diversi. Namun kenyataanya, jelas Bunga, saat ini MS masih ditahan di rutan yang digabung dengan orang dewasa, meskipun Akta Kelahirannya telah terbit dan menunjukkan bahwa dirinya memang 16 tahun, serta persidangan sesat ini masih berjalan. “Padahal, tim kuasa hukum telah memintakan proses sesuai UU SPPA kepada baik Kejaksaan maupun Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” tegas Bunga.
“Apabila proses peradilan dilanjutkan maka semua sesungguhnya sedang “membunuh” seorang anak baik karakternya hingga masa depannya. Ini juga menjadi preseden yang buruk dalam implementasi UU SPPA yang saat ini sedang gencar diupayakan oleh pemerintah demi melindungi hak anak untuk bertumbuh dan berkembang,” urai dia.
Sumber : medanbisnisdaily.com