Berlarut-larutnya pengusutan bentrok plasma Forum Silaturahmi (Forsil) dan Petambak Peduli Kemitraan (P2K) oleh Polda Lampung memasuki babak baru. Tim dari Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Lampung menciduk Ketua Umum Forsil Cokro Edy Prayitno (47) usai menghadiri rapat membahas penyelesaian konflik dua kubu plasma pukul 17.00 WIB di kantor Pemkab Tulangbawang kemarin (22/4).
Diketahui, Cokro Edy diduga menjadi pemicu bentrok P2K yang dinaungi PT Central Pertiwi Bahari (CPB) –eks Bratasena– dengan plasma Forsil pada 12 Maret 2013 lalu.
Dari bentrok tersebut, tiga karyawan PT CPB ditemukan tewas mengenaskan di kanal. Mereka adalah Ruswandi alias Wawan (40), karyawan cold storage, dan Edi Ardiansyah (25), karyawan cold room, warga Dusun 4 RT/RW 04/04, Kampung Reksobinangun, Kecamatan Rumbia, Lampung Tengah. Kemudian Sumanto (36), petambak plasma warga Blok 1 Jalur 22 Petak 12, Kampung Adiwarna.
Tidak hanya itu. Rumah-rumah anggota P2K binaan PT CPB dibakar massa yang mengaku Forsil. Tak pelak, 250 kepala keluarga (KK) karyawan terpaksa mengungsi ke mes central housing PT CPB.
Bentrok P2K dan Forsil ini berawal dari penolakan pemeriksaan Ketua Umum Forsil Cokro Edy Prayitno serta anggota Forsil yang melintasi pos sekuriti di Kampung Pasiranjaya usai mengunjungi rekannya, Mubayin.
Petugas sekuriti kemudian menyetop Cokro. Sesuai prosedur tetap (protap), petugas melakukan pemeriksaan. Namun, Cokro menolak. Petugas pun melarang Cokro memasuki area PT CPB.
Karena tidak bisa meneruskan perjalanan, akhirnya Cokro dan kawan-kawan menginap di rumah Mubayin. Namun, kabar yang beredar di plasma Forsil, sang ketua mereka, Cokro, dihalang-halangi.
Mendengar ini, ratusan plasma Forsil yang berada di Kampung Bratasena Adiwarna dan Kampung Bratasena Mandiri langsung bergerak ke PT CPB untuk menjemput Cokro.
Tepat di pos ronda plastic lining operation (PLO) dan pos ronda ford processing division (FPD), kedatangan massa Forsil mendapat hadangan dari P2K dan karyawan perusahaan yang sedang ronda. Suasana memanas. Bentrok pun pecah.
Sementara, penangkapan Cokro Edy kemarin berlangsung sangat cepat. Beberapa polisi sudah menyiapkan strategi sehingga ratusan massa Forsil tak mampu berbuat banyak. Mereka langsung mengapit Cokro saat keluar ruangan dan membawanya ke mobil Avanza yang sudah disiapkan.
Sempat terjadi tarik-menarik antara massa dari Forsil dengan pihak aparat yang melakukan penjagaan. Bahkan kuasa hukum Forsil, Wahrul Fauzi Silalahi, sempat menahan kliennya agar jangan dibawa ke Polda Lampung.
’’Klien saya jangan ditahan dahulu. Saat ini Cokro Edy tanggung jawab saya karena dia adalah klien saya. Untuk penahanannya harus ada proses terlebih dahulu dan saya minta jangan ditahan,” teriaknya.
Mendengar jeritan itu, salah satu anggota Polda Lampung yang melakukan penahanan meminta agar masalahnya diselesaikan di polda.
’’Alasan kami menangkap pelaku karena sudah dipanggil 4 kali tidak datang. Di mana 2 kali sebagai saksi dan 2 kali sebagai tersangka. Makanya kami berinisiatif menangkapnya langsung,” kata Kepala Bidang Humas Polda Lampung AKBP Sulistyaningsih kemarin.
Sulis –sapaan akrabnya– menambahkan, pelaku juga sudah beberapa kali diundang bupati untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, tetapi tidak hadir dan mengutus perwakilan serta mengerahkan massa lebih dari 300 orang. ’’Padahal kan pemanggilan itu untuk menyelesaikan persoalan yang selama ini merugikan kedua belah pihak, antara Forsil dengan P2K,” ucapnya.
Rapat tanpa Hasil
Sementara itu, rapat koordinasi yang berlangsung sejak pukul 14.00 WIB dan dipimpin Bupati Tuba Hanan A. Rozak, Wakil Bupati Heri Wardoyo, Kapolres Tuba AKBP Shoebarmen. Kajari Menggala Zuhandi, M.H., serta perwakilan Forsil, P2K, dan pihak perusahaan berlangsung alot.
Ada satu item yang belum disepakati, yakni Forsil meminta pemberhentian proses hukum oleh aparat terkait konflik yang terjadi bulan Maret lalu. Hal inilah yang membuat pertemuan selama tiga jam tersebut deadlock.
Memanggapi hal ini, Heri Wardoyo mengatakan, seharusnya pertemuan kemarin telah ada keputusan. Sebab sebelumnya, pemerintah sudah mengeluarkan draf untuk dibahas guna menciptakan sistem yang menguntungkan semua pihak.
’’Kita ingin hari ini (kemarin) beberapa pihak bisa mengalah untuk kemudian meraih kemenangan. Itu jauh lebih baik daripada terus-menerus tanpa kejelasan sehingga menambah kecurigaan-kecurigaan masyarakat,” tutur Heri.
Perwakilan P2K Supriono kemarin mengatakan, pertemuan untuk mencapai kesepakatan pihaknya berharap bisa disepakati semua pihak. ’’Kami telah bersepakat untuk hidup rukun dan damai serta menjaga keamanan dan ketertiban. Dalam hal ini, kami berharap dilakukannya pemisahan. Lokasi tambak Forsil ditempatkan di Kampung Bratasena Mandiri dan P2K menempati pertambakan di Kampung Bratasena Adi Warna, karena ini merupakan suatu prinsip,” terangnya.
Sementara pasca penangkapan Cokro Edy kemarin, ratusan massa dari kelompok Forsil hingga tadi malam masih bertahan di depan gerbang Pemkab Tuba. Mereka mendesak aparat dan pemkab membebaskan Cokro yang selama ini menjadi panutan petambak Forsil.
Sumber : RadarLampung.co.id