Konflik tanah antara warga Desa Sumberanyar, Kec. Nguling, Kab. Pasuruan dengan TNI Angkatan Laut yang sudah bertahun-tahun tidak kunjung menuai penyelesaian yang berkeadilan. Sebagaimana diketahui, bahwa pada tahun 2007 persoalan konflik tanah ini pernah merenggut korban jiwa dari pihak warga yakni warga desa Alas Tlogo yang bersebelahan dengan Desa Sumberanyar.
Warga Desa Sumberanyar sendiri menduduki desa tersebut sudah sejak zaman kolonial Belanda, namun pada tahun 1961 sebgaian tanah adat (yasan) dirampas oleh Korps Komando (KKO) TNI Angkatan Laut yang katanya digunakan untuk lapangan terbang dan gudang senjata serta pemukiman, namun warga desa Sumberanyar menolaknya.
Anehnya, pada tahun 1993 pihak Kantor Wilayah Badan Pertanahan (Kanwil BPN) Jawa Timur menerbitkan Sertifikat Hak Pakai No. 1 Desa Sumberanyar. Sertifikat tersebut terbit berdasarkan Surat Keputusan Kanwil BPN Jawa Timur No. 278/HP/35/1992 tertanggal 08 – 07 – 1992.
Menurut warga Desa Sumberanyar, bahwa penerbitan sertifikat Hak Pakai No. 1 tersebut dinilai ada kecurangan yang dilakukan oleh pihak Kanwil BPN Jawa Timur. Penilaian warga tersebut bukan tanpa alasan, karena ada beberapa fakta hukum yang tidak pernah dilakukan yakni terkait pelepasan terhadap hak adat (yasan), namun yang dilakukan pelepasan hanyalah terhadap tanah kas desa (bengkok) yang pada saat itu fungsinya diperuntukkan bagi Kepala Desa dan Sekretaris Desa (carik). Karena hanya tanah kas desa yang dibebaskan, maka luasnya tidak seluas sebagaiman yang tertera dalam sertifikat Hak Pakai tersebut diatas.
Lebih lanjut, berdasarkan surat penjelasan dari Kanwil BPN Jawa Timur No. 570.35-4898 tertanggal 27 April 2000, bahwa Berita Acara Pembebasan Tanah Seluas 5.432.010 M2 yang terletak di Desa Sumberanyar, Kec. Nguling, Kab. Pasuruan tidak terdapat dalam warkah Surat Keputusan Kanwil BPN Jawa Timur No. 278/HP/35/1992 tertanggal 08 – 07 – 1992.
Bukan hanya 2 hal tersebut diatas yang terjadi manipulasi, lebih lanjut bahwa dalam sertifikat juga sangat jelas peruntukan tanahnya yakni untuk permukiman anggota TNI Angkatan Laut, namun faktanya digunakan untuk markas komando dan pembangunan fasilitas latihan tempur.
Atas hal tersebut 4 (empat) warga desa Sumberanyar, Kamis (28/3) di dampingi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mengadukan beberapa hal dugaan adanya manipulasi dalam penerbitan sertifikat Hak Pakai No. 1 dan perampasan hak atas tanahnya ke Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia dan lembaga Ombudsman Republik Indonesia, serta Komnas HAM di Jakarta.
Warga desa Sumberanyar menuntut dihadapan Drs. Abdul Hakam Naja, M.SI selaku wakil Ketua Komisi II DPR RI agar Komisi II mendesak Kanwil BPN Jawa Timur Membatalkan Sertifikat Hak Pakai No. 1 Desa Sumberanyar, karena diduga kuat terjadi manipulasi dalam proses penerbitannya. Dan yang kedua warga menuntut agar hak atas tanahnya di kembalikan dan dijamin atas hak kepemilikannya dan keamanannya.
YLBHI juga menyatakan bahwa sertifikat tanah itu bisa dibatalkan jika mengandung cacat hukum administrative, hal tersebut berdasarkan Pasal 107 Peraturan Meteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, yang mana diantara syarat pembatalan tersebut yakni karena adanya kesalahan prosedur serta data yuridis atau data fisik tidak benar.
YLBHI dan LBH Surabaya selaku kuasa hukum warga juga mendesak kepada Komisi II DPR RI agar segera memfasilitasi warga Desa Sumberanyar untuk bertemu dengan beberapa kementrian terkait dalam pembahasan proses penyelesaian konflik sehingga tidak berlarut-larut.
YLBHI dan LBH Surabaya juga menjelaskan berdasarkan pada Pasal 55 Peraturan Daerah (Perda) Kab. Pasuruan No. 12 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kab. Pasuruan Tahun 2009 – 2029, bahwa Desa Sumberanyar, Kec. Nguling, Kab. Pasuruan bukanlah bagian dari wilayah strategis pertahanan militer, tentunya hal tersebut harusnya juga di patuhi oleh pihak TNI AL.