Aliansi Nasional Reformasi KUHP Menolak Pembahasan RKUHP Tanpa Partisipasi Bermakna (Meaningful Participation)
Pasca rapat dengar pendapat Komisi III DPR RI dengan Tim Pemerintah terkait RKUHP pada 25 Mei 2022, hingga diskursus tentang RKUHP merebak seminggu belakangan ini, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengundang Aliansi Nasional Reformasi KUHP untuk berdiskusi terkait isu-isu dalam RKUHP di Hotel Gran Melia, Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan pada 23 Juni 2022, pukul 09.00-12.00 WIB.
Merespon undangan KemenkumHAM, Aliansi menekankan beberapa hal:
Pertama, Aliansi menyambut baik undangan dari pemerintah untuk mendiskusikan RKUHP dengan masyarakat sipil, namun diskusi ini bukan bagian dari pembahasan RUU KUHP dengan partisipasi yang bermakna karena seharusnya dilakukan dalam masa sidang di DPR, dan transparan dengan mempublikasikan draf RKUHP terbaru. Namun nyatanya tidak.
Kedua, Aliansi menolak dengan tegas simplifikasi masalah dalam RKUHP bahwa hanya ada 14 pasal krusial untuk pembahasan lebih lanjut dengan DPR. Aliansi menilai bahwa terdapat lebih dari 14 isu krusial yang bermasalah, namun tidak dibahas oleh Pemerintah terutama terkait kebebasan berekspresi dan berpendapat, yaitu penghinaan terhadap pemerintah (Pasal 240 RKUHP), penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 353 & 354 RKUHP), serta penyelenggaraan unjuk rasa dan demonstrasi tanpa izin (Pasal 273 RKUHP). Dari tiga jenis penghinaan ini, penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara menjadi perhatian bersama dikarenakan tidak diaturnya delik aduan dalam penghinaan kekuasaan umum dan lembaga negara melalui sarana teknologi informasi (Pasal 354 RKUHP). Hal lain seperti teknis penyesuaian dalam bentuk kodifikasi terhadap tindak pidana di luar KUHP juga belum secara komprehensif diatur, seperti harmonisasi dengan UU ITE, UU TPKS, dan lainnya.
Ketiga, Aliansi meminta agar Tim Perumus RKUHP, Pemerintah dan DPR terlebih dahulu membuka luas pembahasan RKUHP dan tidak mengesahkan RKUHP tanpa adanya pembahasan dengan partisipasi bermakna sesuai arahan Presiden Jokowi pada 2019. Aliansi menilai pemerintah sepertinya masih dalam posisi ingin mengesahkan RKUHP tanpa adanya pembahasan yang lebih dalam, hal ini menurut aliansi bertentangan dengan prinsip keterbukaan itu sendiri.
Hal lain, aliansi juga menilai pemerintah tidak merespon terkait permintaan penghapusan pasal-pasal yang bertentangan dengan misi RKUHP untuk melakukan dekolonialisasi, pasal-pasal kolonial seperti penghinaan presiden, penguasa umum, lembaga negara sampai dengan larangan unjuk rasa yang bahkan tak lagi ada di KUHP Belanda, masih ingin dipertahankan.
Oleh karena itu, mengingat isu-isu krusial dalam RKUHP yang begitu banyak namun disimplifikasi pada 14 isu krusial versi pemerintah, serta ketidakjelasan durasi waktu dan target pembahasan RKUHP, Aliansi Nasional Reformasi KUHP menolak Pengesahan RKUHP apabila tanpa pembahasan yang transparan dan ada partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).
Jakarta, 23 Juni 2022
Kami lampirkan juga permasalahan-permasalahan yang menjadi pokok perhatian kami dalam draft RKUHP, klik di sini.
Narahubung:
(Muhammad Isnur – Ketua YLBHI)
(Fatia Maulidiyanti – Koordinator KontraS)
(Gustika Jusuf – Imparsial)
(Citra Referandum – LBH Jakarta)
(Julius Ibrani – Ketua PBHI Nasional)