Siaran Pers
Nomor: 005/SP-LBH-Papua-IV/2023
Puluhan Aktivis Papua Yang menggelar Mimbar Bebas Tuntutan Pembebasan Victor Yeimo Di Depan Pengadilan Negeri Jayapura Klas 1a Dibubarkan Paksa Oleh Pihak Keamanan
Pembungkaman ruang demokrasi serta pembubaran secara paksa oleh aparat gabungan TNI/POLRI. Bahwa sebelum aksi pada tanggal 10 April 2023, satu tenda Brimob dengan 5 anggota Brimob berseragam lengkap bermalam di depan Pengadilan bersama dua mobil avanza dan mobil Brimob. Pada tanggal 11 April 2023 05.00 Waktu Papua,Sekitar 50 an Aktivis mulai bergerak menuju ke titik kumpul masing-masing lalu menuju ke Pengadilan Negeri Jayapura Klas 1a. Bahwa Pada pukul 07.30 Aparat gabungan menggunakan dua mobil dalmas dan 3 mobil barakuda parkir di halaman Pengadilan Negeri dan pada pukul 07.32 salah satu massa aksi di interogasi lalu disuruh untuk hapus foto, selanjutnya pada pukul aparat gabungan tersebut melaksanakan apel di depan Pengadilan. Bahwa aparat gabungan setelah apel mereka pun mengambil posisi di halaman Pengadilan untuk berjaga-jaga. Bahwa pada pukul 08.05 massa aksi dari titik kumpul lain mau bergabung tetapi disuruh balik oleh pihak aparat gabungan. Bahwa pada pukul 08.50 massa aksi dipukul mundur oleh aparat gabungan, dalam pembubaran paksa tersebut banyak massa aksi dipukul oleh aparat keamanan gabungan kemudian massa aksi pun bergerak menuju salah satu lapangan voli di lingkaran abepura tepatnya di jalan Biak untuk membacakan pernyataan sikap.
Analisa Hukum
Pertama, Penghalangan dan pembubaran aksi secara paksa oleh pihak aparat gabungan TNI/POLRI telah melanggar konstitusi pasal 28 ayat (3), penghalangan serta pembubaran juga sangat bertentangan dengan tugas dan fungsi kepolisian yang seharusnya memberikan perlindungan atas penggunaan hak dan kebebasan berpendapat berdasarkan UU nomor 9 tahun 1998.Bahkan dengan dalih apapun tidak dapat dibenarkan penghalangan terhadap aksi demonstrasi yang dilakukan secara damai, tindakan penghalangan dan pembubaran tersebut adalah merupakan tindakan kejahatan yang harus diancam dan diproses secara pidana. Sesuai yang tertuang dalam pasal 18 ayat (1) dan (2) UU nomor 9 tahun 1998 (9/1998) tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum bahwa :
Ayat (1) “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun”. Ayat (2) “Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan”.
Kedua,kekerasan yang terjadi pada peserta aksi oleh oknum aparat TNI/POLRI dinilai telah memenuhi unsur dari pasal 170 (KUHP) “barangsiapa dengan terang-terangan dan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. ”, pasal 351 (KUHP) tentang penganiayaan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah dan mencederai UUD 1945 pasal 28I ayat (1) “ Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”. Terlebih lagi dengan menggunakan cara yang represif.
Ketiga, Kepolisian dalam menjalankan tugas pengamanan dinilai telah mengabaikan pasal 13 ayat (2 )UU nomor 9 tahun 1998 “dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum.
Untuk itu, LBH Papua mendesak kepolisian tetap memberikan keamanan dan perlindungan kepada warga negara yang melakukan demonstrasi/unjuk rasa atau penyampaian pendapat di muka umum. LBH Papua juga mengecam keras oknum diduga Aparat yang melakukan tindakan premanisme dan kekerasan terhadap peserta aksi, serta meminta kepada Aparat Penegak Hukum untuk melakukan proses pidana terhadap pelaku kekerasan. Selain itu, LBH Papua juga menuntut agar Anggota Kepolisian yang diduga sengaja melakukan pembiaran terhadap aksi kekerasan untuk diproses pada sidang disiplin kepolisian.
Dalam konteks Negara Hukum, HAM dan Demokrasi, demonstrasi atau unjuk rasa menjadi salah satu indikator kemajuan demokratisasi di suatu negara. Bilamana demonstrasi/unjuk rasa dihalang-halangi dan justru direspon secara represif oleh aparat penegak hukum hal tersebut akan menurunkan citra kualitas demokrasi negeri ini di mata publik dunia internasional.
Jayapura, 12 April 2023
Hormat Kami
Lembaga Bantuan Hukum Papua
Narahubung:
Imanus Komba