Membumikan Instrumen HAM Lewat Proses Peradilan

Buku ini berisi pembelajaran dalam mengarusutamakan HAM dalam litigasi. Tentu litigasi ini terkait dengan pembelaan masyarakat dalam kasus-kasus publik yang menjadi wilayah kerja LBH-YLBHI dan jaringan. Pembelajaran ini menggunakan 17 kasus yang ditangani oleh 12 LBH-YLBHI dan jaringan.

Pertanyaannya mengapa perlu mengarusutamakan HAM? Bukankah HAM adalah komitmen Negara Indonesia sejak reformasi sehingga pengadilan otomatis menjalankan komitmen tersebut? TAP MPR X/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara menyebutkan tujuan reformasi pembangunan adalah “menegakkan hukum berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan, Hak Asasi Manusia menuju terciptanya ketertiban umum dan perbaikan sikap mental”.

Pengadilan adalah salah satu institusi yang paling tepat menggambarkan melesetnya komitmen formal Negara dengan penjalanan kehidupan bernegara sehari-hari. Putusan pengadilan saat ini berjalan nyaris tanpa kosa kata HAM. Seolah hakim berpendapat hukum terpisah dengan HAM dan karena pengadilan memiliki kewajiban menggunakan hukum maka HAM bukan bagian dari kewajiban tersebut. Hal inilah yang menjadi temuan umum dari pembelajaran 17 kasus dalam buku ini. Hakim pada umumnya berpendapat pengadilan pidana tidak terkait dengan HAM. Hal serupa juga terjadi pada persidangan perdata.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print