Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Alvon Kurnia Palma menilai, hukum di Indonesia cenderung digunakan sebagai alat kekuasaan. Hukum, kata Alvon, lebih dijadikan sebagai alat pemenuhan kebutuhan orang-orang berduit dan orang yang punya kuasa.
“Itulah sebabnya, hukum kita selalu tumpul ke atas, tapi tajam ke bawah. Hukum dapat diperjualbelikan oleh orang berduit dan punya kuasa sehingga mereka seolah-olah kebal hukum,” ujar Alvon saat dihubungi, Senin (27/7).
Kasus kriminalisasi yang marak terjadi akhir-akhir ini, kata dia, menunjukkan bahwa hukum mudah dipermainkan oleh kekuasaan untuk memenuhi kepentingannya. Menurutnya, hukum tidak lagi dijadikan panglima dan penegak keadilan serta ketertiban.
“Misalnya, kriminalisasi terhadap KY dan teman-teman aktivis. Jelas ada kepentingan kekuasaan di dalamnya. Negara melalui lembaga-lembaga penegak hukum tidak mampu menegakkan hukum secara independen, netral dan profesional,” tandasnya.
Pada bagian lain, peneliti ICW, Lalola Easter menilai, kriminalisasi para pegiat anti korupsi yang trennya meningkat pasca penetapan Komjen pol Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka oleh KPK, merupakan upaya untuk membungkam sikap kritis publik terhadap aparat penegak hukum.
“Dalam konteks tersebut, hukum justru digunakan untuk membungkam sifat kritis terhadap kerja aparat negara,” ungkap Lalola.
Sumber : beritasatu.com