Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Indonesian Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesia Legal Roundtable (ILR) Pukat UGM, dan Pusako Andalas menuntut agar Kejaksaan Agung (Kejagung) serius melakukan penarikan uang pengganti eksekusi dari para koruptor.
Menurut aktivis ICW Emerson Yuntho, laporan evaluasi dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), ada sekitar 8 trilun uang pengganti eksekusi yang seharusnya dieksekusi oleh kejagung. Hal itu mereka sampaikan langsung kepada Wakil jaksa agung, Darmono di, Jakarta tadi malam.
“Angka ini naik dari tahun 2007 yang mencapai 2,6 trilun. Karenanya kita mau memastikan koruptor untuk bayar uang pengganti dan denda. Langkah ini harus lebih maksimal dilakukan oleh kejaksaan,” papar Emerson Yuntho, selaku perwakilan ICW.
Ungkap Emerson, pembiaran seperti ini membuat publik jadi bertanya-tanya tentang keseriusan kejaksaan dalam memiskinkan koruptor.
“Kok gak ada penyitaan dilakukan? Publik jadi bertanya-tanya apa serius apa nggak ini kejaksaan,” jelasnya.
Selanjutnya, Emerson juga meminta agar kejaksaan memastikan apakah koruptor yang melarikan diri sudah membayar uang pengganti eksekusi atau belum.
“Jangan sampai dianya kabur, asetnya juga masih ada. Eksekusi harus dilakukan tanpa kompromi, kami mendorong upaya hukum dilakukan untuk optimalisasi, dan kami dukung langkah kejaksaan untuk lanjutkan perburuan aset koruptor,” sambungnya.
Atas tuntutan ini, wakil jaksa agung Darmono juga berjanji akan melakukan evaluasi terhadap kinerja kejaksaan dalam waktu sebulan.
“Insya Allah sebulan juga, kejaksaan akan lebih galak tapi terukur. Soal pengejaran terpidana akan kita evaluasi lagi, karena harus sesuai juga dengan kompetensi kita,” janjinya.
Sumber : waspada.co.id