Keputusan Jaksa Agung HM Prasetyo mendeponir kasus mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, digugat melalui jalur praperadilan.
Gugatan itu diajukan oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat, Patriot Demokrat, pimpinan Andar Situmorang.
Menanggapi gugatan ini, Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma mengatakan, selama ini tidak ada mekanisme hukum untuk menggugat keputusan deponir dari Jaksa Agung.
“Sejarah membuktikan, tidak pernah ada mekanisme untuk mempraperadilankan deponir, bahkan tidak bisa,” kata Alvon ketika dihubungi, Selasa (8/3/2016).
Selain itu, Alvon berpendapat bahwa deponir merupakan hak prerogatif yang hanya dimiliki oleh jaksa agung, bukan jaksa biasa.
Deponir merupakan istilah umum yang digunakan untuk menghentikan penuntutan pidana. Di Indonesia hanya dimiliki oleh jaksa agung.
Secara teoritik dan praktik di beberapa negara lain, semua jaksa memiliki kewenangan itu, bukan hanya jaksa agungnya. Karena merupakan hak prerogatif, maka keputusan deponir jaksa agung tidak bisa digugat.
“Deponir merupakan hak mutlak yang dimiliki oleh Jaksa agung, karena itu tidak bisa digugat,” ujarnya.
Dalam pasal 35 huruf c UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, jaksa agung memiliki kewenanan khusus untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.
Menurut Alvon kewenangan adalah suatu kebijakan, bukan tindakan hukum. Jadi pengadilan tidak berhak menilainya.
Jaksa Agung Prasetyo sebelumnya mengaku, deponir terhadap dua mantan pimpinan KPK itu dilakukan walau telah menerima berkas perkara itu secara lengkap atau P21 dari kepolisian.
Kejaksaan beralasan kasus Abraham dan Bambang dikesampingkan karena kasus yang menimpa keduanya sebagai aktivis pemberantasan korupsi berdampak terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Selain itu, respons masyarakat terhadap kasus yang dianggap sebagai bentuk kriminalisasi ini dianggap akan berdampak terhadap turunnya kepercayaan masyarakat pada pemerintah.
Abraham ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen kartu keluarga dan kartu tanda penduduk atas nama Feriyani Lim.
Adapun Bambang adalah tersangka perkara dugaan menyuruh saksi memberi keterangan palsu dalam sidang sengketa hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Saat itu, Bambang adalah kuasa hukum Ujang Iskandar, calon Bupati Kotawaringin Barat ketika itu.