– Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DP2KD) Lampung Timur, Junaidi sejak ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara penyelewengan pengelolaan bunga deposito APBD Lampung Timur (Lamtim) tahun anggaran 2011-2013, sampai saat ini belum jelas kapan mau disidangkan.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung, Wahrul Fauzi Silalahi, kepadateraslampung.com mengatakan kinerja Kejaksaan dalam memroses kasus dugaan korupsi deposito APBD Lampung Timur terlalu lamban. Wahrul mendesesak pihak Kejaksaan harus cepat menuntaskan kasus tersebut, sehingga dapat segera disidangkan.
“Kan sudah jelas ada tersangkanya,tetapi kenapa pihak Kejaksaan tidak melakukan penahanan dan lama untuk melimpahkan kasus itu ke persidangan?” kata Fauzi melalui ponselnya kepada teraslampung.com, Minggu (24/8) malam.
Menurut Fauzi, penyidik kejaksaan harus menyelesaikan tugasnya supaya cepat terungkap dipersidangan. “Kami meminta, pihak kejaksaan jangan setengah-setengah untuk menuntaskan kasus yang sudah jelas tersangkanya, agar tidak menimbulkan kesan negatif di masyarakat. Kejati jangan mengulur-ulur waktu terhadap perkara ini. Bahkan, tersangka tidak ditahan, nanti Kejati beralasan lagi dengan kaburnya tersangka,” kata Fauzi.
Sementara itu, Kasipenkum Kejati Lampung, Yadi Rahmat beberapa kali dihubungi melalui ponselnya memberikan keterangan yang normatif. Dia mengaku, belum mengetahui sampai sejauh mana perkembangan terhadap perkara tersebut.
“Saya belum tahu, sudah sampai mana perkara itu. Besok akan saya tanyakan dulu sama penyidiknya,” singkatnya kepada kepada teraslampung.com, Minggu (24/8).
Seperti diketahui, Junaidi resmi ditetapkan sebagai tersangka pada sekitar bulan Mei 2014 lalu. Dia merupakan salah satu nama dari tiga nama yang direkomendasikan penyidik karena memiliki tanggungjawab dan peran penting dalam proses pendepositoan dana APBD Lampung Timursebesar Rp300 miliar dari tiga tahun anggaran.
Junaidi memiliki peran penting dalam kesepakan antara Pemkab Lamtim dengan Bank BRI Cabang Kota Metro sebagai salah satu bank yang ditunjuk oleh bupati sebagai Kas Umum Daerah (KUD). Ia menjadi satu-satunya pejabat Lamtim yang melakukan kunjungan ke bank untuk melobi besaran bunga deposito.
Berdasarkan hasil lobi, bunga deposito dikenakan sebesar 5,25%. Padahal, diketahui oleh pihak bank maupun Pemkab, berdasarkan ketetapan BI Rate pada saat itu bunga deposito mencapai 7% dan baru pada bulan Oktober, November dan Desember 2013.
Bank BRI membayarkan kekurangan bunga deposito atas dasar permintaan dari Pemkab Lamtim. Namun,ada pembayaran sebesar Rp196 juta yang dinilai oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai salah satu transaksi tidak wajar.
Sumber : teraslampung.com