Lembaga Bantuan Hukum Bandarlampung menyatakan para dokter memiliki hak dan sah berdemo menyampaikan aspirasinya, namun hendaknya tidak sampai menelantarkan pasien yang harus segera ditolong.
LBH Bandarlampung melalui Chandra Muliawan, Kepala Divisi Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob), di Bandarlampung, Rabu, mengingatkan para dokter memiliki tanggung jawab yang besar, bukan saja terhadap manusia lain dan hukum tetapi yang terpenting adalah keinsyafan batinnya sendiri, dan tanggunga jawab kepada Tuhan.
Menurut dia, para dokter yang melakukan aksi demo itu pada prinsipnya sah-sah saja sebagai wujud dari solidaritas organisasi profesi dokter yang memang seharusnya kuat dan independen serta profesional, dalam konteks perwujudan kebebasan menyampaikan pendapat adalah sah dan memang dijamin oleh undang-undang.
“Tapi yang perlu digaris bawahi adalah dalam menjalankan profesinya dokter itu membaktikan hidupnya guna kepentingan peri kemanusiaan, jangan sampai solidaritas terhadap rekan sejawat membawa dampak terhadap tidak terpenuhi hak pasien untuk memperoleh standar pelayanan tertinggi,” ujar dia lagi.
LBH Bandarlampung mengingatkan, jangan sampai aksi solidaritas membawa ekses terhadap penelantaran pasien.
“Para dokter terikat sumpah dokter yang luhur dan harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah dokter tersebut,” katanya pula.
Berkaitan dengan adanya kriminalisasi profesi dokter itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Lampung Hernowo menyatakan bahwa pihaknya akan mendorong IDI Pusat untuk melakukan judicial review (peninjauan ulang) terhadap Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran karena dianggap belum bisa memberikan rasa aman bagi dokter dalam melaksanakan profesi mereka.
“Aksi ini sekaligus melemparkan wacana peninjauan kembali dua undang-undang tersebut. Sebab, dokter memerlukan rasa aman dalam menjalankan profesi mereka agar tidak ada lagi kriminalisasi terhadap dokter,” kata dia, saat melakukan aksi solidaritas di Bandarlampung.
Menurut dia, dokter sudah memiliki organisasi profesi yang mengikat mereka dalam melakukan praktek medis, dan akan langsung diberi sanksi apabila melanggar.
“Tidak tepat apabila menggunakan undang-undang pidana karena, kalau itu yang terjadi, akan banyak dokter yang takut melakukan tindakan medis karena ancaman penjara membayangi mereka dalam melakukan tugas,” kata dia.
Sementara itu, Ketua IDI Bandarlampung Boy Z. Zaini mengatakan bahwa tidak ada istilah malapraktik dalam dunia kedokteran karena dokter dalam memberikan tindakan medis pasti berpegang pada kode etik dan standar operasional baku kedokteran.
“Tidak ada malapraktik yang ada adalah konsekuensi medis, apa yang selama ini dipahami tidak tepat,” kata dia.
Pria yang juga aktivis sosial ini juga mengatakan, kalau sudah menjalankan praktek dan tindakan medis sesuai dengan sumpah kedokteran dan kode etik, tidak boleh ada tindakan hukum atas apa yang telah mereka lakukan karena itu merupakan konsekuensi medis.
Dia menambahkan, apabila tindakan hukum terhadap tiga rekan mereka di Manado Sulawesi Utara dibiarkan, akan ada rasa ketidakamanan bagi para dokter dalam menjalankan profesi mereka.
Ratusan dokter di Lampung yang tergabung dalam IDI setempat melakukan “long march” ke Kantor Dinas Kesehatan setempat sebagai bentuk aksi solidaritas mereka terhadap kasus yang menimpa tiga rekan mereka di Manado.
Sebelum melakukan aksi tersebut, di Bandarlampung, mereka terlebih dahulu menandatangani spanduk yang bertuliskan pernyataan sikap pribadi terhadap kasus yang menimpa dokter Ayu.
Mereka melakukan aksi jalan kaki sejauh 500 meter setelah berkumpul di Wisma Haji komplek Masjid Al Furqon Bandarlampung, dengan mengenakan pita hitam di lengan kanan.