Berdasakan hasil monitoring yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung sepanjang tahun 2005 hingga 2011 terdapat 383 peristiwa tindak kekerasan dan intoleransi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Jawa Barat. Sementara, sejak Januari 2013 sampai Januari 2014 terjadi sebanyak 76 peristiwa, peristiwa tersebut terjadi di beberapa daerah di Jawa Barat seperti, Depok, Bekasi, Cianjur, Sukabumi, Cirebon, Bogor, dan Kabupaten Tasikmalaya.
Dari peristiwa tersebut, yang tertinggi adalah tuntutan penutupan tempat ibadah yaitu 47 persen, persidangan penodaan agama 15 persen, dan gugatan atas kebijakan sebanyak 9 persen.
Hal ini terungkap dalam “Pertemuan Jaringan Kebangsaan Jawa Barat” di Bandung, yang dihadiri oleh seluruh gereja yang menjadi korban intoleransi di Jawa Barat.
Direktur LBH Bandung Arip Yogiawan mengatakan, monitoring tersebut dilakukan dengan menyaring berita dari media massa, baik yang dimuat dalam media online lokal dan nasional, serta dari advokasi. Kelompok Kristen adalah kelompok yang paling rentan menjadi korban dari tindakan kekerasan dan intoleransi.
Pelaku tindakan intoleransi sendiri sebanyak 45 persen dilakukan oleh negara dan non negara sebanyak 56 persen, baik dalam bentuk ancaman, penutupan, penyerangan, maupun siar kebencian.
“Situasi ini tidak menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Karena, masih tingginya penyegelan, pengrusakan, penutupan rumah ibadah, serta adanya ancaman terhadap nyawa kelompok minoritas untuk menjalankan ibadahnya,” tuturnya.
Yogi melanjutkan, akibatnya Kelompok Minoritas Agama, Penganut Keyakinan dan Kepercayaan tidak lagi mendapatkan dan memiliki kebebasan dasar dalam memeluk agama atau keyakinannya, serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama, kepercayaan, dan keyakinannya tersebut.
“Karena Pemerintah dan aparat Kepolisian belum menjalankan fungsi dan kewenangannya secara maskimal, untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,” tegasnya.
Sementara, Wakil Direktur LBH Bandung Unung Nuralamsyah menjelaskan, penyebab main tingginya tindakan intoleransi di Jabar diantaranya adalah adanya kebijakan dan regulasi yang mendukung adanya intoleransi, adanya kelompok-kelompok intoleran, serta pemerintah dan aparat penegak hukum lemah dalam menindak pelaku intoleran.
“Kalau dibiarkan tindakan kekerasan terhadap kelompok minoritas akan terus meningkat, dan keberadaan kelompok-kelompok intoleran semakin berkembang,” pungkasnya
Sumber : suaragratiafm.wordpress.com