Penyidik Polsekta Medan Timur telah menetapkan dua bersaudara masing-masing berinisial IR (12) siswa kelas VI SD dan kakaknya, DI (14) pelajar kelas I SLTP di Kota Medan sebagai tersangka tindak pidana pengeroyokan, Sabtu (8/7/2013).
Keduanya dijerat Pasal 170 KUHPidana Sub Pasal 80 UU RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana 5 tahun 6 bulan, penjara.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan merasa keberatan dan protes keras atas penetapan tersangka terhadap kedua anak tersebut. Alasannya, penyidik telah melanggar Pasal 42 ayat (2) UU No.3 Tahun 1977 tentang Peradilan Anak. Pasal ini menyatakan, dalam melakukan penyidikan terhadap anak nakal, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing kemasyarakatan, dan apabila perlu juga dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya.
“Tapi polisi tidak melaksanakan ketentuan tersebut dengan langsung menetapkan tersangka terhadap keduanya,” kata Kepala Divisi Buruh, Perempuan dan Anak LBH Medan, Yurika N SH.
Menurutnya, pada 4 Juni lalu, pihak pelapor telah melakukan perdamaian dengan keluarga terlapor di hadapan penyidik sekaligus mencabut laporan terkait dugaan penganiayaan tersebut. Kata Yurika, kasus ini merupakan pelajaran berharga bagi penegak hukum negeri ini khususnya Sumatera Utara. Pihaknya mengharapkan penyidik kepolisian tidak terburu-buru menetapkan anak yang berhadapan dengan hukum sebagai tersangka. Harus dilakukan pendekatan-pendekatan dan penyelesaian dengan melakukan pendekatan keadilan restoratif sebagaimana dimaksud dalam SK Bersama Ketua MA, Jaksa Agung, Kapolri, Menkum HAM, Mensos, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tentang penanganan anak yang berhadapan dengan hukum.
“Pasal 13a disebutkan, penyidik melakukan upaya penanganan perkara anak yang berhadapan hukum dengan pendekatan keadilan restoratif untuk kepentingan terbaik bagi anak, wajib melibatkan balai pemasyarakatan, orangtua dan atau keluarga korban dan pelaku tindak pidana serta tokoh masyarakat setempat,” bebernya.
“Ini karena anak merupakan masa depan bangsa yang harus dididik dan dibina dengan benar, bukan malah melakukan tindakan sewenang-wenang dan gegabah yang dapat menggangu pertumbuhan mental maupun rohaninya,” katanya lagi.
Berdasarkan hal tersebut, LBH Medan sebagai lembaga yang peduli terhadap penegakan hukum dan hak-hak anak meminta penyidik kepolisan di Sumatera Utara, khususnya Polsek Medan Timur untuk lebih hati-hati dalam melakukan penyidikan terhadap anak.
Sekedar di ketahui, kasus ini bermula dari pertengkaran kecil anak-anak yang akhirnya berujung penganiayaan yang melibatkan orangtua salah satunya pada 19 Desember 2012 lalu. Sementara Polsekta Medan Timur sudah dua kali menetapkan anak sebagai tersangka. Sebelumnya, penyidik menetapkan bocah berinisial IRV menjadi tersangka kasus penganiayaan.
Sumber : kompas.com