Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Sumatera Barat, mencatat ada 58 kasus perburuhan di Kota Padang yang dilaporkan sejak 2010 hingga April 2013.
“Dari 58 kasus perburuhaan di Kota Padang itu, total korban berjumlah 572 orang,” kata Koordinator Divisi Penanganan Kasus LBH Padang Deddi Alparesi, di Padang, Selasa (30/4/2013).
Menurut dia, permasalahan yang dilaporkan, antara lain, pemutusan hubungan kerja (PHK), gaji yang tidak dibayarkan, tunjangan hari raya (THR) yang tidak dibayarkan, kecelakaan kerja, pemenuhan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), jam kerja yang melebihi ketentuan dan pembayaran upah di bawah standar upah minimum provinsi.
“Kondisi ini jelas menunjukkan hak-hak buruh masih sangat rentan mengalami pengabaian dan pelanggaran oleh perusahaan-perusahaan yang tidak bertanggung
jawab,” ujar Deddi.
Kasus-kasus tersebut telah dilaporkan kepada pihak kepolisian dan ke Pengawasan Ketenagakerjaan, tetapi banyak di antaranya ditolak pihak terkait. “Bahkan, penolakan atas laporan kasus-kasus pelanggaran hak-hak buruh itu oleh pihak kepolisian dan pengawasan ketenagakerjaan tanpa alasan yang jelas,” ungkap Deddi Alparesi.
Dia mengatakan, momentum peringatan Hari Buruh Sedunia yang diperingati setiap 1 Mei seyogianya mampu menjadi ajang refleksi bagi pemerintah untuk mengevaluasi dan membenahi kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada buruh. Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan masih jauh dari harapan.
Pemerintah masih cenderung menutup mata atas pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan nakal yang membayar buruh dengan upah murah di bawah standar upah minimum provinsi (UMP), yang telah ditetapkan maupun pelanggaran hak normatif buruh lainnya.
“Selain itu pemerintah juga masih memberlakukan sistem pekerja alih daya (outsourcing) yang sangat merugikan bagi buruh,” katanya.
Menurut dia, kriminalisasi terhadap aktivis buruh dan pengurus-pengurus serikat buruh terus terjadi dengan menggunakan pasal-pasal karet dalam KUHP sebagai kanker dalam demokrasi. “Kenyataan demikian jelas bahwa negara cenderung melakukan pembiaran terhadap tindak pidana antiserikat tersebut,” ujarnya.
Padahal, Indonesia telah meratifikasi konvensi ILO Nomor 87 tahun 1948 mengenai kebebasan berserikat dengan Kepres No 83 Tahun 1998, serta adanya UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
“Seharusnya, UU tersebut dapat menjamin kebebasan berserikat bagi serikat buruh dan pekerja. Namun, dalam praktiknya kasus-kasus anti-kebebasan berserikat masih saja terus terjadi,” kata Deddi Alparesi.
Deddi Alparesi mengimbau kepada buruh agar berani melaporkan apabila mengalami pelanggaran terhadap hak-hak normatifnya ke Kantor Dinas Tenaga Kerja Provinsi atau kabupaten/kota ataupun ke LBH Padang.
“Pelaporan pelanggaran tersebut sangat penting demi terwujudnya hak-hak buruh yang berkeadilan dan mengusut tuntas praktik-praktik pelanggaran-pelanggaran hak buruh yang terjadi selama ini,” ujarnya.
Sumber : kompas.com