Uji materi terhadap Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 63 Tahun 2015 tentang Peta Jalan Industri Hasil Tembakau 2015 hingga 2020 telah diputus oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA).
MA memutuskan Permenperin tersebut bertentangan dengan lima peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sehingga tidak sah atau tidak berlaku secara umum.
Lima peraturan tersebut yakni Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Selain itu, UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Economic Social and Cultural Rights (Konvenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya), UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
Gugatan uji materi terhadap Permenperin Nomor 63 Tahun 2015 tentang Peta Jalan Industri Hasil Tembakau 2015 hingga 2020 diajukan oleh Komisi Nasional Pengendalian Tembakau.
Ketua penasihat hukum penggugat Todung Mulya Lubis mengatakan, putusan MA sangat penting buat Indonesia dalam memperjuangkan hak kesehatan nasional.
“Karena kalau Permenperin itu dijalankan, maka akan ada peningkatan produksi rokok lima hingga 7,4 persen per tahun,” ujar Todung dalam Video Conference di Jakarta, Selasa (13/12/2016).
Menurutnya, angka tersebut bukan angka yang sedikit, dan jika kebijakan itu berjalan seperti yang direncanakan hingga tahun 2020 maka industri akan memproduksi 524,2 miliar batang rokok.
“Jika perkiraan penduduk Indonesia di tahun 2020 adalah 270 juta orang, maka di tahun itu setiap anak-anak maupun dewasa akan merokok 1900-an batang rokok per tahun,” imbuhnya.
Sementara itu, salah satu kuasa hukum Solidaritas Advokat Publik Pengendalian Tembakau Indonesia (SAPTA) Azas Tigor Nainggolan mengatakan, ada logika terbalik antara visi Presiden dengan Menteri Perindustrian untuk melindungi hak kesehatan setiap masyarakat.
“Visi pemerintah melindungi hak kesehatan setiap masyarakat. Beda dengan Menperin yang mengeluarkan kebijakan adanya target produksi rokok sebesar itu. Jika, ada peraturan yang dipersoalkan secara hukum, maka peraturan itu cacat hukum,” ungkap Tigor.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Willem Petrus Riwu sebelumnya menjelaskan, ke depan akan ada beberapa langkah yang akan diambil mulai dari mencabut, menyempurnakan atau membuat aturan baru. “Tetapi keputusan terakhir tetap di tangan Pak Menteri,” tuturnya.
Sumber : kompas