Masyarakat yang selama ini menjadi korban dari praktik-praktik pungutan liar (pungli) di sekolah-sekolah, jangan takut melapor. Ombudsman dan LBH Padang menyatakan siap mendampingi pelapor mengingat masifnya pungli di lingkungan lembaga pendidikan yang terungkap akhir-akhir ini.
”Yang merasa dirugikan, wali murid, orangtua atau masyarakat silakan lapor ke Ombudsman. Ombudsman siap menindaklanjuti laporan, tidak membayar. Kalau takut namanya dicantumkan, kita akan jamin kerahasiaan nama pelapor,” kata Kepala Ombudsman Perwakilan Sumbar Yunafri.
Caranya, kata Yunafri, pelapor tidak harus datang ke kantor Ombudsman di Padang, tapi cukup melaporkannya dengan mengirimkan surat ke Ombudsman dilengkapi identitas pribadi minimal KTP. “Mudah-mudahan korban pungli lainnya, makin berani memberontak,” ujar Yunafri.
Praktik pungli ibarat jamur. Dicabut satu, tumbuh lagi.
Kendati terang-terangan disorot, praktik-praktik tersebut justru bermunculan di berbagai daerah.
Yunafri melihat fenomena ini menunjukan adanya perubahan kesadaran masyarakat. Masyarakat saat ini sudah sadar dan menginginkan adanya perubahan yang lebih baik terhadap pelayanan publik.
“Kondisi seperti ini akan terus bermunculan di berbagai daerah. Ini harus menjadi perhatian dari para pengambil keputusan. Ini juga akan menjadi bumerang dengan sendirinya,” tuturnya.
Asisten Bidang Pencegahan, Adel Wahidi justru melihat fenomena ini sebagai bentuk sikap pemberontakan masyarakat yang selama ini tidak terima dengan pembohongan-pembohongan yang dilakukan pemimpinnya.
”Selama ini hanya janji-janji birokrasi, sekolah gratis. Tapi kenyataan di lapangan justru sekolah itu mahal. Sekolah gratis hanya sekadar janji politik,” ungkapnya.
Selain Ombudsman, LBH juga menyatakan siap mendampingi korban pungli yang selama ini takut melapor.
”LBH siap menerima laporan dari masyarakat yang merasa dirugikan dengan adanya pungli di sekolah,” kata Wakil Direktur Eksekutif LBH Padang Era Purnama Sari.
Era melihat fenomena hari ini demokrasi di negeri ini masih dibungkam, termasuk di bidang pendidikan. Akibatnya tak banyak masyarakat yang dirugikan berani melapor. “Jangankan guru, masyarakat saja tidak mau bicara,” ujarnya.
Padahal kasus seperti ini, bukanlah rahasia umum lagi. Semua orang sudah banyak yang tahu, termasuk dinas pendidikan. Hanya saja sampai hari ini tak banyak masyarakat yang berani mengungkapnya. “Penyebabnya, selama ini belum ada jaminan yang diberikan kepada pelapor,” ujarnya.
Tidak hanya soal pungli, dia juga mencontohkan soal kasus dana sertifikasi yang mengakibatkan tujuh orang guru di Kota Padang dimutasi.
Para guru yang menjadi wistleblower ini, kata Era, justru dimusuhi dan dibungkam, hingga mereka dimutasikan. “Ketika ada guru-guru di Kota Padang yang berani bersuara, justru mereka dimutasi,” terangnya.
Seharusnya wistleblower ini dilindungi. “Harusnya ini menjadi terobosan dari pemerintah daerah. Bagaimana wistleblower ini dilindungi,” ujarnya.
Sepanjang masyarakat merasa nasibnya terancam ketika mereka melaporkan sesuatu dugaan pelanggaran, maka dipastikan tidak akan banyak orang-orang yang mau menjadi wistleblower tersebut.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah sekolah di Sumbar diduga melakukan pungli dengan berbagai kedok. Walau hasil rapat komite, pungutan yang bersembunyi di balik nama iuran itu dipergunakan bukan untuk kepentingan siswa. Mulai dari THR Kepsek, transportasi, bayar uang muka mobil, dan kepentingan pribadi lainnya.
Ombudsman pun lantang mengusut kasus ini. Setelah mengusut di Padang, selanjutnya juga ada laporan dari SMAN 12 Sijunjung dan MTsN Lubuksikaping.
Sumber : padangekspres.co.id