Lami dan Leni menghadapi masalah klasik dunia perburuhan. Lami harus mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan tempatnya bekerja. Sedangkan Leni tidak mendapat THR.
“Saya di-PHK oleh perusahaan pada 25 Juli 2013, saya di PHK tapi saya tolak,” ujar Lami saat mengadukan nasibnya ke Posko THR dan PHK di Gedung LBH Jakarta, Jl Diponegoro, Jakarta, Minggu (28/7/2013).
Lami bercerita saat itu dirinya hendak menunaikan ibadah salat zuhur di sela-sela waktu istirahat yang hanya 30 menit. Namun karena merasa kurang nyaman salat di musala yang kecil, Lami berinisiatif untuk salat di salah satu ruang kerja. Selesai salat dia ditegur oleh atasannya dan tidak berapa lama kemudian dia di-PHK.
“Saya masuk ke ruang detektor, dan ditegur atasan, saya tidak boleh salat. Itu kejadiannya tanggal 12 Juli 2013, saya masuk saja ke ruang detektor buat ambil mukena, kemudian pada saat saya keluar terjadi cekcok dengan atasan dan saya pun akhirnya kena PHK,” ungkapnya.
Di posko yang sama, seorang buruh bernama Leni melaporkan perusahaannya yang tidak membayarkan THR kepada karyawannya. Selain THR, perusahaan juga tidak membayarkan gaji sesuai yang ada di kontrak kerja.
“Banyak intimidasi oleh manajemen, tidak ada kepastian THR, gajian dan libur pada masa liburan gini. Yang ada selesaikan output-output dan memberikan janji-janji gitu,” ungkap Leni.
Leni mengatakan gaji yang ditulis di kontrak sebesar Rp 2,2 juta. Ternyata pada setiap gajian, angkanya tidak sesuai dengan yang berada di dalam kontrak kerja.
“Sudah banyak kebohongan dari personalianya. Di situ ditulis dikontrak Rp 2,2 juta gajinya, tapi abis itu kontrak tidak diberikan, dan di forum dikasih tahu kalau ini cuma formalitas. Dikasih lemburan Rp 12.500 minggu sampai malam itu cuma Rp 80 ribu.
Leni juga mengeluhkan pihak perusahaan yang tidak memberikan fasilitas kendaraan ketika karyawannya lembur dan pulang saat dini hari dari kantor. Selain itu, pintu gerbang yang selalu ditutup membuat para pekerja harus melompat pagar tinggi.
“Padahal kita sudah mengajak melakukan perlawanan, tapi dari dulu setiap ada yang mau mendirikan serikat buruh pasti langsung ditahan. Kemudian dari perusahaan juga memberikan ancaman jika kalian melawan kaian tidak akan menerima gaji dan THR. Sekarang sedang ada mogok kerja karena belum ada kepastian soal THR,” tutupnya.
Dua perempuan itu melaporkan masalahnya ke Posko THR dan PHK besutan LBH Jakarta. Pengelola Posko ini mengklaim akan merespons lebih cepat setiap aduan buruh yang mengalami masalah THR dan PHK dengan perusahaannya.
“Bedanya dengan posko Kemenakertrans, kita menekankan langkah cepat, apalagi soal THR. Soalnya buruh butuh secepatnya agar dapat merayakan hari raya,” ujar pengacara publik LBH Maruli Rajagukguk
Sumber : detik.com