Press Release
No. 119/SK/P-YLBHI/VIII/2017
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengecam semua kekerasan terhadap warga sipil Rohingya yang telah meningkat sejak Jumat, 25 Agustus 2017. IOM memperkirakan bahwa lebih dari 18.500 pengungsi Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh, dan lebih dari 100 orang meninggal dalam konflik bersenjata yang terjadi. Kami mendesak Pemerintah Indonesia dan Myanmar untuk segera mengambil langkah-langkah sesuai dengan hukum hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional dalam menanggapi kekerasan tersebut.
Kekerasan terhadap minoritas Rohingya dan arus pengungsi yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari persekusi berkepanjangan terhadap mereka yang masih belum ditangani oleh Pemerintah Myanmar. Hal ini dibuktikan dengan Pemerintah Myanmar yang mengevakuasi setidaknya 4.000 warga non-Muslim dari Rakhine Barat Laut, namun meninggalkan etnis Rohingya tanpa perlindungan sehingga memaksa mereka untuk melarikan diri ke Bangladesh.
Kami memahami bahwa kekerasan bersenjata terhadap Rohingya dipicu oleh serangan kelompok bersenjata di negara bagian Rakhine terhadap 12 pos perbatasan yang menewaskan 12 petugas keamanan. Yang sangat kami kecam adalah serangan balik yang dilakukan tanpa membedakan antara kelompok bersenjata dan warga sipil, yang tidak ikut ambil bagian dalam pertempuran.
Pemerintah Myanmar memiliki tanggung jawab untuk melindungi penduduknya dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan, sebagaimana dinyatakan dalam Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bgsa 60/1. Persekusi, diskriminasi dan perlakuan terhadap minoritas Rohingya telah mencapai kejahatan terhadap kemanusiaan menurut dewan pensehat yang dipimpin oleh Koffi Annan. Oleh karena itu kasus ini perlu ditangani dengan menggunakan perspektif dan mekanisme hak asasi manusia internasional. Pelakunya harus dituntut berdasarkan hukum pidana internasional atas kesalahan mereka dan korbannya harus mendapatkan pemulihan. Isu kedaulatan dan urusan dalam negeri tidak berlaku lagi karena kejahatan terhadap kemanusiaan mensyaratkan adanya kewajiban yang mengikat secara internasional (erga omnes). Kami percaya bahwa perdamaian esensial di Myanmar terutama di Rakhine hanya dapat terwujud apabila Pemerintah Myanmar mengakhiri persekusi terhadap Rohingya.
Selanjutnya, di bawah Resolusi yang sama, Pemerintah Indonesia sebagai anggota masyarakat internasional berkewajiban mendorong dan membantu Myanmar untuk melaksanakan tanggung jawab ini dan mendukung PBB dalam membangun peringatan dini. Kami mencatat bahwa Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya melalui cara diplomatik, kami menghargai hal ini dan ingin mengingatkan Pemerintah dan DPR untuk mendesak Pemerintah Myanmar agar selalu mematuhi hukum hak asasi manusia internasional baik untuk perlindungan dan reparasi untuk korban, serta mengadili pelaku kejahatan perang dari kedua belah pihak.
Jakarta, 2 September 2017
Contact persons:
Febi Yonesta – 087870636308
Jane Aileen T – 08170192405