JARINGAN MASYARAKAT PEDULI PEGUNUNGAN KENDENG (JM-PPK)
SIARAN PERS
Senin, 4 September 2017
Pelanggaran-pelanggaran oleh PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk di Kabupaten Rembang terus bergulir seperti drama sinetron yang episode nya tak berujung. drama dengan aktornya adalah PT. Semen Indonesia sejatinya telah menciptakan ketidakpastian hukum bagi masyarakat setidaknya selama 6 Tahun 2 Bulan, hal tersebut terhitung sejak PT. Semen Indonesia mendapat izin pertama kali yaitu sejak 17 Juli 2012.
Hal yang lebih miris lagi, Terhitung sejak adanya putusan Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016 tanggal 5 Oktober 2016 yang menyatakan secara jelas bahwa kegiatan/usaha PT. Semen Indonesia di Kabupaten Rembang melanggar hukum dan harus dinyatakan batal, berarti sudah menginjak hari ke-334 (11 bulan). Artinya Putusan yang seharusnya menciptakan kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum ternyata mandul selama 11 bulan sejak diputus oleh Mahkamah Agung.
Di ketahui fakta bahwa PT. Semen Indonesia telah melakukan operasi penambangan dan operasi produksi, selain itu PT. Semen Indonesia juga berencana untuk melakukan peledakan batu gamping yang pasti akan berdampak bagi masyarakat. Hal tersebut sekiranya harus ditindak secara tegas kaitannya dengan adanya proses KLHS yang sedang berjalan dan adanya keharusan untuk taat hukum terhadap Putusan PK MA No. 99 PK/TUN/2016 yang kemudian dikuatkan kembali oleh Putusan PK MA No. 91 PK/TUN/2017 yang menyatakan PT. Semen Indonesia sejatinya menjadi pihak yang kalah.
Apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah menyikapi praktik-praktik yang menentang hukum tersebut ?, senyatanya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah justru melanggengkan taktik jahat PT. Semen Indonesia bahkan melakukan pelanggaran juga. Sedangkan Pemerintah Pusat seakan diam seolah membiarkan pelanggaran-pelanggaran yang mencederai cita negara hukum terus mengalir deras.
Mahkamah Agung dalam Putusannya nomor 99 PK/TUN/2016 menyatakan “mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya”, hal ini berarti pelanggaran demi pelanggaran yang digugat oleh Warga Rembang dan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia telah secara sah dan meyakinkan dinyatakan oleh Mahkamah Agung benar dilakukan oleh PT. Semen Indonesia dan Gubernur Jawa Tengah. Setidaknya pelanggaran-pelanggaran yang dimaksud dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016 adalah :
1. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya air (sudah dibatalkan MK);
2. Keppres No. 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah;
3. UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang;
4. PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
5. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
6. PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;
7. Perda Jawa Tengah No. 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah;
8. Perda Kab. Rembang No. 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Rembang;
9. Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) yaitu : Asas Kepastian Hukum, Asas Tertib Penyelenggara Negara, Asas Kepentingan Umum, Asas Keterbukaan, Asas Proporsional, Asas Profesional dan Asas Akuntabilitas;
Akan tetapi, setelah adanya putusan tersebut ternyata tidak menghentikan PT. Semen Indonesia dan Gubernur Jawa Tengah untuk berhenti melakukan pelanggaran hukum. Setidaknya pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Semen Indonesia dan Gubernur Jawa Tengah tersebut adalah :
1. Saksi PT. Semen Indonesia di persidangan terbukti melakukan tindakan kesaksian palsu dan tidak ditindak sampai saat ini;
2. Amdal PT. Semen Indonesia terbukti melakukan pemalsuan, kebohongan dan ketidakbenaran data dan tidak di tindak sampai saat ini;
3. Pelanggaran Undang-Undang Dasar 1945 berkaitan dengan kedaulatan hukum yaitu 3 fungsi utama hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum berkaitan dengan Putusan Pengadilan yang tidak dilaksanakan;
4. Putusan MA yang tidak dilaksanakan oleh Gubernur Jawa Tengah dan secara serampangan di lakukan manuver oleh PT. Semen Indonesia sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
5. Praktik Adendum Andal dan RKL-RPL yang cacat hukum dan menunjukkan ketidakpatuhan terhadap putusan MA serta bertentangan dengan UU 32 Tahun 2009 jo PP No. 27 Tahun 2007;
6. Izin Usaha yang didapatkan oleh PT. Semen Indonesia yang mengandung cacat hukum dan menunjukkan ketidakpatuhan terhadap putusan MA berkaitan dengan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba;
7. PT. Semen Indonesia tidak mematuhi proses KLHS yang sedang berlangsung;
8. PT. Semen Indonesia tidak mematuhi kesepakatan antara warga, KSP, KLHK Kem. BUMN dan PT. SI saat di KSP tanggal 20 Maret 2017 dimana PT. SI dan Kem. BUMN sepakat agar tidak melakukan operasi terlebih dahulu sampai KLHS selesai;
Akibatnya, ketidakadilan dan ketidakpastian hukum merundung warga Rembang yang seharusnya dijamin oleh negara, selain itu fungsi ekologi CAT Watuputih yang lewat KLHS tahap 1 sudah di indikasikan sebagai Kawasan Bentang Alam Karst yang harusnya dilindungi terkorbankan. Posisi pemerintah yang diam adalah bukti Negara tidak hadir untuk menyelesaikan permasalahan yang dampaknya luas dan mengancam masyarakat banyak. Posisi diamnya pemerintah ini seharusnya dimaknai pula sebagai bukti bahwa negara sedang merusak dirinya sendiri dengan cara merusak sistem hukumnya sendiri serta merusak lingkungannya.
Jakarta, 4 September 2017
JARINGAN MASYARAKAT PEDULI PEGUNUNGAN KENDENG (JM-PPK)
Kontak Person :
Ngatiban (081348479183)