“Perlu diingat bahwa Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) masih jauh di bawah standar UNCAC (Konvensi Antikorupsi PBB).”
Karenanya memang kata Penggiat antikorupsi yakni Direktur Hukum YLBHI Julius Ibrani, perlu direvisi sepanjang menguatkan.
“Bukan dengan 4 poin revisi yang digagas DPR, karena itu justru membunuh KPK,” demikian disampaikan Julius kepada Tribun, Rabu (17/2/2016).
Karena Penggiat antikorupsi ini menilai esensi dan urgensi menjadi dasar revisi UU KPK.
Menurut Direktur Hukum YLBHI Julius Ibrani, Indeks Persepsi Korupsi tidak bisa dijadikan dasar untuk merevisi.
Julius menjelaskan, esensi dimaksudkan untuk menjawab kebutuhan pemberantasan korupsi apakah sudah diakomodasi dan dikuatkan oleh UU KPK saat ini atau belum?
Soal Urgensi, ini menyangkut keterdesakan apa yang memaksa UU KPK harus direvisi?
Sepanjang Jilid III, dia melihat angka penindakan dalam Pemberantasan Korupsi justru meningkat pesat. Bukan menurun drastis.
“Kalau tidak salah 142 Pejabat Tinggi Negara, 86 Politisi Legislatif, 100 persen Conviction Rate. Ini prestasi luar biasa,” kata dia.
“Jadi apa urgensi revisi UU KPK dengan 4 poin dari DPR? Tidak ada sama sekali,” ucapnya.
Dia tegaskan, yang lebih fundamental daripada menilik CPI tahun 2015 atau skor 50.
“Karena sekalipun angka Korupsi itu NOL, KPK sebagai trigger mechanism tidak serta merta hapus. tapi justru mendorong lembaga negara lain, lewat fungsi pengawasan dam monitoring,” jelasnya.
Sebelumnya, pimpinan KPK menyatakan tetap menolak Revisi Undang Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
Ketua KPK, Agus Rahardjo mengatakan seluruh jajaran KPK sudah sepakat untuk menolak revisi tersebut.
“Di dalam banyak kesempatan kami sudah sampaikan bahwa pimpinan yang baru maupun seluruh jajaran di KPK menolak dilakukannya revisi Undang Undang KPK dalam waktu dekat ini,” kata Agus di kantornya, Jakarta, Selasa (16/2/2016).
Menurut Agus, pihaknya memberikan waktu untuk revisi jika Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia sudah mencapai angka 50.
Sebelum itu tercapai, kata dia, KPK tidak menginginkan revisi.
Berdasarkan data Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi secara global, Indonesia kini berada di posisi 88 dari 168 negara dan memilik skor 36.
Indonesia kalah dibandingkan Hongkong yang berada di posisi 18 dengan skor 75 sementara Malaysia berada di peringkat 54 dengan skor 50.
Semakin besar nilainya akan semakin bagus dan semakin sedikit tindak pidana korupsi.
Sumber : Tribunnews