Penggunaan UU ITE Pasal 27 Ayat 3 yang mengatur tentang Pengihinaan dan/atau Pencemaran nama Baik kembali menyita perhatian. Kali ini terjadi dalam dunia pendidikan, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Alaudin Makassar (UIN-AM) Irwanti Said, dilaporkan oleh NURSAMSYIAH yang kebetulan menjabat sebagai Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN-AM atas adanya percakapan di grup whatsapp Save FDK tentang Curhatan Irwanti.
Kasus ini cukup menyita perhatian publik, khususnya kami di YLBHI dan 15 LBH Daerah se-Indonesia yang selama ini konsern mendorong penegakan hukum, HAM dan demokrasi di Negara ini. Dimana saat ini kami berkumpul bersama dalam mengikuti kegiatan Penyusunan Rencana Strategis (Renstra).
Posisi kasusnya telah kami pelajari secara seksama, yang bermula dari adanya peristiwa penguncian secara sepihak radio syiar di FDK UIN-AM yang dilakukan oleh Nursamsyiah pada 5 Mei 2017. Penguncian tersebut lalu diadukan oleh Kru radio kepada Irwanti selaku Direktur Radio. Penguncian ini pun membuat radio tidak dapat beroperasi dan persiapan kelas MC terhenti. Sehingga keesokan harinya Irwanti kemudian curhat ke grup whatsapp SAVE FDK yang beranggotakan 41 orang dosen FDK UIN-AM, termasuk Dekan, dengan maksud mencari solusi bersama dan agar direspon oleh pimpinan FDK sehingga radio syiar dapat kembali beroperasi. Namun, Nursamsyiah yang tak tegabung dalam group whatsapp tersebut melaporkan Irwanti dengan tuduhan melakukan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dengan bukti screenshoot Percakapan group whatsapp Save FDK yang diperoleh dari salah satu angguta grup.
Pada 25 Juli 2017, Irwanti memenuhi panggilan klarifikasi dari Polres Gowa, yang lalu dilanjutkan pada 4 Agustus 2017. Selain Irwanti puluhan dosen anggota group whatsapp Save FDK telah diperiksa sebagai saksi. Kasus ini pun masih dalam tahap penyelidikan Polres Gowa.
Dengan demikian, sebenarnya masalah ini adalah masalah internal di UIN-AM, terkhusus di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, mengingat curhatan dosen Irwanti di group whatsapp Save FDK tersebut menurut pandangan kami adalah sudah pada tempatnya karena menyangkut problem internal FDK UIN-AM (penguncian Studio/ Laboratorium Radio), dimana group whatsapp tersebut memang diperuntukkan sebagai forum komunikasi internal FDK termasuk mengkomunikasikan semua persoalan dan mencari solusinya.
Berdasarkan kronologis tersebut, ditemukan fakta bahwa:
- Persoalan tersebut adalah persoalan internal Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN-AM, khususnya manajemen pengelolaan Laboratorium/Studio Radio Siar yang cukup diselesaikan diinternal bukan sebaliknya penyelesaiannya dibawa keluar institusi, bahkan ke ranah peradilan pidana;
- Kasus ini, menunjukkan bahwa penggunaan UU ITE selalu dilatarbelakangi konflik antara pelapor dan terlapor dan cenderung digunakan sebagai Instrumen untuk saling balas dendam antar individu/personal. Yang sangat disayangkan dilaporkan oleh seorang tenaga pendidik (baca: Dosen) yang seharusnya menunjukkan sikap yang lebih demokratis dan semestinya lebih bijak dalam memilih menyelesaikan persoalan tersebut sehingga menjadikan mekanisme penyelesaian secara pidana sebagai upaya paling terakhir (ultimum remedium);
- Obrolan group whatsapp, yang membahas tentang masalah penguncian radio syiar dan upaya bersama untuk mencari penyelesaian jelas merupakan pembahasan terkait dengan kepentingan umum yang bukan merupakan tindak pidana, sebagaimana Pasal 310 Ayat (3) KUHP tertulis: “Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.”;
- Percakapan yang dilakukan oleh Irwanti dalam grup whatsapp FDK bukanlah tindakan yang illegal atau melanggar Hukum, melainkan pendapat dan/atau ekspresi yang sah, yang merupakan hak asasi manusia yang dijamin dan dilindungi dalam pelbagai Undang-undang. Salah satunya dalam UUD NKRI pasal 28 F, dimana menyebutkan bahwa: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Untuk Itu, YLBHI bersama 15 kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Daerah, sangat terpanggil untuk menyikapi kasus tersebut, dengan menyatakan sikap bersama sebagai berikut:
- Sangat menyayangkan tindakan pihak Nursamsyiah yang mengambil sikap melaporkan masalah tersebut ke pihak Kepolisian (Polres Gowa) karena cenderung menunjukkan sikap anti demokrasi;
- Meminta kepada pihak Pelapor (Nursamsyiah) untuk menyelesaikan persoalan ini dengan cara-cara kekeluargaan melalui mekanisme Internal;
- Meminta Kepada pihak penyidik Kepolisian Resor Gowa untuk berperan aktif mendorong kepada para pihak, utamanya kepada Pelapor untuk terlebih dahulu menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan melalui mekanisme internal di UIN Alauddin Makassar;
- Meminta Kepada pihak pimpinan institusi UIN Alauddin Makassar, khususnya Rektor untuk aktif mengajak dan menfasilitasi Para Pihak (Nursamsyiah dan Irwanti Said) untuk menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan melalui mekanisme internal UIN Alauddin Makassar.
Bogor, 10 Agustus 2017
Asfinawati (Ketua Umum Badan Pengurus YBHI)
Arip Yogiawan (Ketua YLBHI Bidang Jaringan dan Kampanye)
Mustiqal Putra (Direktur LBH Banda Aceh)
Surya Adinata (Direktur LBH Medan)
Era Purnamasari (Direktur LBH Padang)
Aditya B Santoso (Direktur LBH Pekanbaru)
April Firdaus (Direktur LBH Palembang)
Alian (Direktur LBH Bandar Lampung)
Alghifari Aqsa (Direktur LBH Jakarta)
Willy Hanafi (Direktur LBH Bandung)
Hamzal Wahyudin (Direktur LBH Yogyakarta)
Zainal Arifin (Direktur LBH Semarang)
M Faiq Assiddiqi (Direktur LBH Surabaya)
Dewa Adnyana (Direktur LBH Bali)
Haswandy Andi Mas (Direktur LBH Makassar)
Hendra Baramuli (Direktur LBH Manado)
Simon Pattiradjawane (Direktur LBH Papua)
Contak Person:
Haswandy Andy Mas (Direktur LBH Makassar), HP./ WA: 081355399855
Abdul Azis Dumpa (Koord. Bidang Hak Sipil LBH Makassar), HP./ WA: 085299999514