Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Penegakan Hukum dan HAM di Tanah Papua meminta Pemerintah Indonesia untuk membebaskan semua tahanan politik (tapol) yang berada di penjara-penjara Papua dan segera memulai upaya dialog damai dengan Rakyat Papua.
“Tujuan peluncuran website ini untuk memberi tahu dan meningkatkan kesadaran publik akan keberadaan Tapol Papua. Ini adalah strategi kita melawan lupa,” kata Septer Manufandu, Koordinator Koalisi kepada wartawan di Kantor Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Elsham) di Padangbulan, Kota Jayapura, Selasa (16/4).
Koalisi terdiri dari lembaga-lembaga maupun perorangan: Forum Kerjasama Lembaga Swadaya Masyarakat (Foker LSM), KontraS, Aliansi Demokrasi untuk Papua (AlDP), Elsham Papua, Lembaga Bantuan Hukum Papua (LBH Papua), KPKC Sinode GKI, TIKI, Aliansi Jurnalis Independen (AJI Papua), Baptis Voices, Sinode Kingmi Papua, Sinode Baptis Papua, Bersatu Untuk Kebenaran (BUK), SKPKC Fransiskan Papua, Septer Manufandu, Gustaf Kawer dan Yan Christian Warinussy. “Kami meminta Pemerintah Indonesia untuk segera membebaskan semua Tapol Papua yang berada di penjara-penjara di Papua dan segera memulai upaya dialog damai dengan Rakyat Papua,” kata Septer lagi.
Pemerintah Indonesia sudah mengesahkan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant On Civil and Political Rights) melalui Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 2005, termasuk pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment of Punishment) melalui UU No. 5 Tahun 1998. Namun, yang terjadi adalah seluruh kasus makar yang diproses lewat lembaga pengadilan negara di Papua sejak disahkannya kedua kovenan tersebut di atas, tetap menggunakan KUHP No. 107 dan UU Darurat No. 5 Tahun 1951 yang jelas bernuansa pidana.
“Status para tersangka maupun mereka yang menjalani masa hukuman di penjara dalam kasus-kasus makar tidak ada bedanya dengan para narapidana lain yang melakukan tindak kriminal lainnya seperti pencurian, pemerkosaan dan lain sebagainya. Maka tak heran sikap brutal aparat mulai saat penangkapan, penahanan bahkan dalam menjalani masa tahanan sebagai akibat putusan pengadilan, mereka mengalami berbagai macam tindakan pelanggaran HAM yang sepatutnya tidak boleh terjadi,” tutur Ferdinand Marisan, mewakili Koalisi.Sumber : suarakolaitaga.blogspot.com