SIARAN PERS LBH PADANG
Nomor :29/S.Pers/LBH-PDG/XI/2017
tentang
Bambang Widjoyanto; “Pemprov yang Tidak Menjalankan Putusan Pengadilan Indikasi Melawan Pengadilan Sekaligus Melakukan Ketidakadilan”
Menyikapi sikap Gubernur Sumbar yang tidak mau mematuhi putusan pengadilan yang memerintahkan pencabutan 26 IUP tambang, Bambang Widjoyanto, mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pesan whatsapp yang dikirimkan kepada LBH padang mengatakan:
1. Penegakan hukum yang konsistensi adalah tantangan serius bagi pemerintahan daerah, siapapun yang bermain-main maka dia tengah mempermainkan keadilan;
2. Salah satu indikator yang dapat memperlihatkan ketaatan pada proses penegakan hukum dilihat dari tekad dan itikad pemda dalam menjalankan putusan pengadilan;
3. Sikap Pemprov yang tidak menindaklanjuti putusan pengadilan yang memerintahkan Surat Keputusan pencabutan IUP dapat menjadi indikasi Pemprov tengah melawan pengadilan dan sekaligus melakukan ketidakadilan.
4. Tindakan ini tidak hanya bisa menjadi contoh jelek ketidaktaatan pada hukum tetapi juga sikap diskrimiantif Pemprov. pada pemilik IUP yang izinnya sudah dicabut.
5. Klarifikasi atas perusahaan yang katanya sudah C&C tidak boleh jadi dalih untuk tidak melaksanakan putusan pengadilan.
Era Purnama Sari, Direktur LBH Padang mengingatkan 5 izin usaha pertambangan yang enggan dicabut oleh Gubernur adalah izin-izin yang jelas-jelas melanggar kewajibannya secara hukum. Dalam daftar rekapitulasi IUP yang diperoleh LBH Padang dari PPID Sumbar nyata-nyata diketahui 5 IUP tersebut tidak menyetorkan dana jaminan reklamasi.
“Banyak hal kenapa sikap Gubernur yang tidak mau mencabut 5 izin yang diperintahkan oleh pengadilan tersebut tidak wajar.” Gubernur sebetulnya dapat juga menggunakan alasan hukum tentang pelanggaran kewajiban sebagai alasan hukum pencabutan izin. Gubernur harus pahami betul Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 119 huruf a Undang-Undang tersebut jelas dan tegas mengatakan, izin usaha pertambangan dicabut oleh Gubernur apabila pemegang izin tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP serta peraturan perundang-undangan.
Menempatkan dana jaminan reklamasi adalah kewajiban pemegang IUP yang sudah diatur di dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam Pasal 28 Permen ESDM tersebut dikatakan, Pemegang IUP wajib menempatkan dana jaminan reklamasi tahap operasi produksi paling lambat 30 hari sejak rencana reklamasi disetujui oleh Dirgen atas nama Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota.
Jadi ketika pemegang 5 IUP ini tidak menempatkan dana jaminan reklamasi maka itu jelas-jelas bentuk pelanggaran kewajiban dan Gubernur seharusnya mencabut izin-izin tersebut, tidak mungkin Gubernur tidak paham undang-undang pertambangan, apalagi ini sudah ada putusan pengadilan,” kata Era Purnama Sari, Direktur LBH Padang.
Ketua umum YLBHI, Asfinawati mengatakan ketidakpatuhan terhadap putusan pengadilan tidak saja contoh buruk bagi masyarakat, tetapi lebih dari itu penghinaan kepada pengadilan yang dapat membahayakan keberlangsungan negara hukum. Untuk itu YLBHI akan segera menemui pihak Kementrian Dalam Negeri untuk mempertanyakan tindak lanjut Menteri atas sikap gubernur. “Kami sudah berkoordinasi dengan LBH Padang, mereka sudah melapor kepada Mendagri sejak akhir oktober namun sampai sekarang belum direspon.”
Padang, 29 November 2017
Hormat Kami,
LBH Padang
Era Purnama Sari
Direktur
Narahubung: Era Purnama Sari 081210322745, Asfinawati 08128218930
No | Nama Perusahaan | Lokasi | Komoditas | Nomor Surat Keputusan |
1 | Dharma Power Bersama | Solok | Biji Besi | 540-761-2013 |
2 | Mranti Mas Pratama | Pasaman | Timah | 188.45/466/BUP-PAS/2010 |
3 | Thomas Jaya Trecimplant | Sumbar | Batu Bara | 544-234-2011 |
4 | Triple Eight Energy | Solsel | Galena | 540/15/IUP/DESDM/BUP-2010 |
5 | Wirapatriot Sakti | Solsel | Logam | 540/06/IUP/DESDM/BUP-2011 |