Sekitar 700 orang perwakilan warga Batang, Jawa Tengah yang tergabung dalam Paguyuban Rakyat Batang Berjuang Untuk Konservasi (PRBBUK) berencana akan kembali mendatangi Jakarta untuk melakukan aksi penolakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu bara berkapasitas 2000 megawatt. Proyek PLTU itu rencananya akan dibangun di Desa Ujungnegoro dan Desa Karanggeneng, Kabupaten Batang Jawa Tengah.
Aksi yang didukung oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum Semarang (LBH) Semarang dan Greenpeace kali ini ditujukan kepada Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Dalam aksinya, warga Batang mendesak Hatta Rajasa sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dan Ketua Pelaksana Harian MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) untuk menghentikan dan membatalkan rencana pembangunan PLTU Batu bara Batang.
Pemerintah dalam proyek pengerjaan menunjuk PT Bhimasena Power Indonesia (PT BPI) sebagai konsorsium yang terdiri dari tiga perusahaan yaitu Adaro Power, dan dua perusahaan Jepang, J-Power, dan Itochu sebagai pihak yang akan membangun PLTU Batu bara yang diklaim sebagai PLTU Batu bara yang terbesar di kawasan Asia Tenggara.
“Kami mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang megaproyek MP3EI. Pembangunan seharusnya mengutamakan kesejahteraan dan keselamatan rakyat bukannya justru menyengsarakan rakyat Indonesia. Rencana pembangunan PLTU Batu bara Batang, merupakan contoh tidak terbantahkan betapa proyek MP3EI sama sekali tidak memperhitungkan keselamatan warga. Bagi kami kepanjangan yang paling tepat dari MP3EI adalah Masterplan Percepatan dan Perluasan Penghancuran Ekologi Indonesia,” ungkap Ridwan Bakar, Aktivis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dalam siaran pers yang disampaikan melalui email ke merdeka.com, Selasa(30/4).
Lima desa di Batang yang akan terkena dampak dari mega proyek ini di antaranya di Desa Karanggeneng, Desa Roban, Desa Ujungnegoro, Desa Wonokerso, dan Desa Ponowareng.
Proyek raksasa ini akan menggunakan lahan seluas 370 hingga 700 hektar, melahap lahan pertanian produktif. Kemudian sawah beririgasi teknis seluas 124,5 hektar, perkebunan melati 20 hektar dan sawah tadah hujan seluas 152 hektar.
Yang paling mengejutkan, PLTU ini akan dibangun di Kawasan Konservasi Laut Daerah Ujungnegoro-Roban, yang merupakan kawasan kaya ikan dan terumbu karang. Kawasan ini merupakan wilayah tangkapan ikan nelayan dari berbagai wilayah di Pantai Utara Jawa.
“Kami hanya menginginkan hidup yang damai, hidup yang bebas dari ancaman ketakutan dan penindasan, sejak proses pembangunan PLTU Batu bara Batang dimulai, kedamaian kami dirampas, hidup kami penuh ketakutan, pemerintah dan PT. BPI merampas kenyamanan hidup kami yang dulu, yang kami inginkan hanya satu, batalkan rencana pembangunan PLTU Batu
bara Batang di kampung Kami, Karena itu Hari ini kami datang ke Kantor Bapak Hatta Rajasa, meminta kebijaksanaannya untuk mendengarkan suara rakyat,” ungkap perwakilan warga Batang Sutiamah.
Batu bara, menurut mereka merupakan bahan bakar fosil terkotor, selain menjadi penyumbang utama emisi karbon penyebab perubahan iklim, pembakaran batu bara di PLTU juga melepaskan berbagai polutan beracun ke udara seperti NOx, Sox, PM 2,5 dan Mercuri. Polutan-polutan beracun ini menyebabkan berbagai dampak serius bagi kesehatan warga di sekitar PLTU.
“Sikap pemerintah yang tetap bersikeras melanjutkan rencana pembangunan PLTU Batu bara di Batang, menunjukkan bahwa pemerintah menempatkan keselamatan warga di bawah kepentingan pengusaha, rencana ini bukan hanya bertolak belakang dengan komitmen Presiden SBY untuk mengurangi emisi karbon dari Indonesia, tetapi juga bertentangan dengan semangat MP3EI yaitu mengutamakan proyek pembangunan yang berkontribusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari Indonesia,” ungkap Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Arif Fiyanto.
Selain mengancam kelestarian lingkungan dan kesehatan warga sekitar, dalam proses pembangunannya PLTU Batang juga telah menimbulkan berbagai ekses negatif terhadap warga yang menentang keras rencana pembangunan proyek raksasa ini.
“Perjuangan masyarakat Batang ke Jakarta ini harus diapresiasi oleh Pemerintah, sebagai wujud perjuangan hak dan sudah sepatutnya Pemerintah untuk menanggapi aspirasi warga untuk membatalkan rencana proyek PLTU Batang sebagai wujud Negara tidak tuli dan tidak buta terhadap aspirasi dan keinginan rakyat bukan keinginan pemodal,” jelas Staff Operasional LBH Semarang Wahyu Nandang Herawan.
Sumber : Yahoo.com