Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Alvon Kurnia Palma, pada konferensi pers Jumat ini (7/6) di kantor YLBHI Jakarta mengecam vonis penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pematang Siantar kepada anak berusia 11 tahun.
Pada hari Rabu (5/6) lalu, tersangka dengan inisial YS yang berusia 11 Tahun dan masih duduk di bangku Sekolah Dasar itu divonis penjara 2 bulan 6 hari oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pematang Siantar karena mencuri BlackBerry (BB) dan laptop.
Padahal pada tahun 2010 Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan Komisi Perlindugan Anak Indonesia (KPAI) dengan mengubah batas usia anak yang dapat diajukan ke Pengadilan Anak Menurut UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dari usia 8 tahun menjadi 12 tahun. Seharusnya aparat penegak hukum paham.namun dalam prakteknya telah terjadi pemenjaraan terhadap anak berusia 11 tahun.
“Sanksi pemecatan berdasarkan UU PNS itu bisa diberlakukan. Ini sudah kesalahan berat. Ini bisa menjadi efek jera kepada aparat hukum yang lainnya ketika ingin melakukan proses hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Karena orang yang diajukan itu anak-anak berumur 11 tahun yang tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban pidananya. Dia (anak) tidak bisa dikualifikasikan sebagai pelaku. ”
“Proses dibatalkan ini secara pidana karena telah terjadi kelalaian. Secara keperdataan negara wajib memberi rehabilitasi dan kompensasi kepada si anak. Karena di sini sudah ada kerugian imateriil yang dihadapi anak. Dia itu sudah di LP yang tidak dibedakan dengan orang-orang yang lainnya. Harusnya itu dibedakan. Institusi-institusi lainnya harus memberikan hukuman kepada si polisi, kejaksaan, maupun hakim tersebut.”
Menurut Alvon Kurnia Palma, tingkat kesadaran penegak hukum yang rendah seperti di kepolisian, kejaksaan, hakim, bahkan di LP sendiri, menjadi penyebab pemenjaraan terhadap anak.
Sumber : satuharapan.com