3 Pelaku pembunuhan sadis Ibrahim, Jurit dan Suryadi telah dieksekusi mati oleh regu tembak. Eksekusi mati ini disesalkan karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
“Kami Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) sangat menyesalkan eksekusi terhadap 3 terpidana mati tersebut,” kata Ketua YLBHI Alvon Kurnia Palma dalam siaran persnya, Jumat (17/5/2013).
“Hukuman mati tidak layak dilakukan sebab sangat bertentangan dengan hak dasar seseorang untuk hidup yang diatur dalam Pasal 28 A UUD 1945 dan UU No 39/1999 tentang HAM,” sambung Alvon.
Ketiga terpidana mati dieksekusi pada 16 Mei 2013 sekitar pukul 23.45 WIB di Pulau Nusakambangan. Eksekusi terhadap Jurit dan Ibrahim di Lembah Nirbaya sedangkan Suryadi ditempat terpisah lokasinya di belakang pos polisi yang berjarak 2 km dari Lembah Nirbaya.
“Hak hidup ini bersifat non derogable yang tidak bisa dikurangi dalam kondisi apa pun meski dalam kondisi perang,” tegas Alvon.
Menurut Alvon, penghukuman dengan prinsip utilitarian yang berstandard ganda dan cenderung paradoks sulit dilakukan. Bagi YLBHI, sangat sulit menjalankan pemidanaan terhadap seseorang terpidana mati. Yaitu di satu sisi memperbaiki perilaku serta sikap dan di sisi lainnya hukuman balasan berupa eksekusi mati dilakukan bila baginya akan memperbaiki dirinya saat dirinya telah menemui sang khalik.
“Sudah saatnya kita memakai prinsip restorative dalam proses pemidanaan,” papar Alvon.
Lebih lanjut Alvon menjelaskan, ke depannya pemidanaan harus lebih mengedepankan perbaikan (restore) bagi seorang terpidana, termasuk terpidana mati.
“Masih ada ruang untuk memperbaiki perilaku seseorang jika negara membenahi struktur keadilan ekonomi, politik dan hukum, sistem penegakan hukum dan pemidanaan,” pungkas Alvon.
Ibrahim dan Jurit dijatuhi hukuman mati karena melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama terhadap Soleh pada tahun 1997. Selain membunuh, Ibrahim dan Jurit yang dibantu oleh Dani dan Sofyan juga memutilasi Soleh.
Adapun Suryadi Swabuana alias Edi Kumis alias Dodi bin Sukarno merupakan terpidana pembunuhan satu keluarga saat merampok pada 1992 di Palembang.
Sumber : detik.com