Penolakan terhadap Wakil Gubernur DKI Jakarta yang dilakukan Front Pembela Islam (FPI) dan Forum Umat Islam (FUI) merupakan tindakan pengingkaran terhadap Per-Undang-Undangan yang berlaku di Indonesia. Bahkan tindakan penolakan tersebut juga berpotensi menimbulkan konflik sosial jika tidak di sikapi dengan tegas oleh pemerintah dan aparat kepolisian.
Pernyataan-pernyataan FPI dan FUI sudah mengarah pada tindakan mengobarkan kebencian terhadap etnis dan agama tertentu. Disadari atau tidak bahwa tindakan FPI dan FUI tersebut sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Serta tindakan merendahkan etnis dan agama tertentu menunjukkan bahwa FPI dan FUI tidak mengerti bahwa pada dasarnya kedudukan manusia itu sama di hadapan Tuhan.
Tindakan yang dilakukan oleh FPI dan FUI tersebut selain berpotensi menyulut konflik antar etnis dan agama, juga merupakan bentuk pelanggaran terhadap UU No. 40/2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Pelanggaran tersebut terkait tindakan menunjukkan kebencian karena perbedaan ras dan etnis dengan berpidato atau mengungkapkan kata-kata tertentu di tempat umum (Pasal 4 huruf b angka 2). Sehingga pelanggaran tersebut bisa dipidanakan dengan pemidanaan penjara lima tahun dan denda (pasal 16).
Mensikapi hal tersebut, Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) mendorong Komnas HAM untuk bertindak memaksimalkan kewenangannya yakni fungsi pengawasan terhadap segala bentuk upaya penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Dengan memaksimalkan peran tersebut, diharapkan Komnas HAM bisa mengeluarkan Rekomendasi terhadap pemerintah terkait sikap dan tindakan yang harus dijalankan dalam rangka melakukan Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Selanjutnya, pihak kepolisian juga harus mengambil peran pengawasan dan penindakan jika massa aksi dari FPI dan FUI melakukan pelanggaran pidana. Terlebih bahwa FPI dan FUI sudah mengeluarkan pernyataan bahwa dirinya akan melakukan aksi secara terus menerus untuk melakukan penolakan terhadap Wakil Gubernur DKI Jakarta. Atas hal tersebut jika tidak pantau oleh pihak kepolisian, dikhawatirkan memunculkan gerakan yang brutal dalam setiap pelaksanaan aksi. Sehingga harapannya dengan memaksimalkan peran kepolisian, maka tindakan-tindakan yang berpotensi menimbulkan konflik antar etnis dan agama bisa dicegah sedini mungkin.
Jakarta, 12 Oktober 2014
Badan Pengurus Yayasan LBH Indonesia
Moch. Ainul Yaqin
Koord. Divisi Advokasi Sipil Politik