Sepuluh Personil Polres Klungkung Melakukan Tindakan Penyiksaan, Penyekapan, dan Pelanggaran Prosedur: Polda Bali Justru Menciptakan Impunitas dengan Menerapkan Pasal Ringan Terhadap Laporan Korban

10 Personil Polres Klungkung Melakukan Tindakan Penyiksaan, Penyekapan, dan Pelanggaran Prosedur

Siaran Pers Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan

“Sepuluh Personil Polres Klungkung Melakukan Tindakan Penyiksaan, Penyekapan, dan Pelanggaran Prosedur: Polda Bali Justru Menciptakan Impunitas dengan Menerapkan Pasal Ringan Terhadap Laporan Korban”

 

Denpasar, 5 Juli 2024 – Masih dalam momentum peringatan hari anti penyiksaan (26 Juni) dan hari bhayangkara (1 Juli), jutaan rakyat Indonesia memanjatkan harapan agar institusi Polri berbenah menjadi institusi yang profesional, akuntabel, dan meninggalkan kultur militerisme serta kekerasan yang terus melekat hingga kini. Namun belum genap satu minggu pasca institusi Kepolisian merayakan hari jadinya, beragam peristiwa pelanggaran HAM dan tindakan sewenang-wenang masih terus dilakukan. 

Terbaru, LBH Bali mendapatkan pengaduan dari seorang pencari keadilan yang mendapatkan tindakan penyekapan, penyiksaan, pencurian, serta tindakan sewenang-wenang (unfair trial) dalam upaya paksa yang dilakukan oleh 10 (sepuluh) personel polisi dari Polres Klungkung pada tanggal 26 hingga 28 Mei 2024. Peristiwa ini bermula pada tanggal 26 Mei 2024 ketika sepuluh orang dari Polres Klungkung datang ke rumah korban dan mencari keberadaan korban, namun Korban tengah berada di luar rumah. Istri korban sempat bertanya mengenai maksud kedatangan Polisi, namun mereka meminta agar istri Korban tidak banyak bertanya dan mendesak agar Korban segera pulang. Di tanggal yang sama, sekira pukul 20.00 WITA ketika korban sampai di rumah, seketika korban disergap lalu dibawa oleh polisi ke sejumlah tempat yang berbeda, yang bukan merupakan kantor kepolisian. Ponsel korban dan lima buah mobil dari usaha korban yang sedang dalam proses penjualan juga turut disita paksa. Tindakan-tindakan tersebut dilakukan anggota Polres Klungkung tanpa menunjukan surat perintah penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan surat tugas.  

Diketahui bahwa Korban ditahan selama hampir tiga hari, sejak tanggal 26 Mei – 28 Mei 2024. Di tempat penyekapan, Korban diinterogasi dan dituduh telah membantu membawa kabur sebuah mobil Pajero. Korban terus dipaksa untuk mengakui perbuatan yang sebenarnya tidak pernah ia lakukan, termasuk korban dipaksa memberikan informasi tentang keberadaan mobil Pajero yang tengah dicari Polres Klungkung meskipun faktanya Korban tidak mengetahui keberadaan mobil tersebut. Dalam proses interogasi, Korban mendapatkan tindakan penyiksaan lewat pukulan dengan tangan kosong, menggunakan botol minum Aqua berukuran 1 liter yang berisi air, dan botol bir. Pukulan itu secara berulang ditujukan ke wajah, bagian kepala, dan kedua telinga korban. Selama proses penyiksaan, tangan Korban terus diborgol, pakaiannya dilucuti dan mata korban ditutup dengan plester putih berlapis-lapis hingga Korban tidak bisa melihat. Dalam interogasi korban juga sempat diancam akan ditembak. Akibat dari tindakan penyiksaan yang dilakukan personel Polres Klungkung tersebut menyebabkan luka fisik, psikis, termasuk luka permanen pada salah satu gendang telinga korban. Korban baru dilepaskan oleh Polisi pada tanggal 28 Mei 2024, sekira pukul 20.00 WITA.

Kemudian pada tanggal 29 Mei 2024 Korban telah melaporkan peristiwa ini kepada Polda Bali. Namun sejak awal petugas SPKT Polda Bali justru mengarahkan pelaporan pada pasal 352 KUHP, atau penganiayaan ringan dengan ancaman pidana penjara maksimal hanya 3 bulan pidana penjara. Selanjutnya, proses ini turut diteruskan oleh penyelidik yang tetap menggunakan pasal ringan tersebut tanpa mempertimbangkan fakta-fakta serta akibat yang dialami oleh korban. Penyelidik hingga kini juga enggan memanggil dan memeriksa saksi kunci yang mengetahui terjadinya tindakan penyekapan serta penyiksaan yang dilakukan oleh Personel Polres Klungkung. Di sisi lain hingga kini, beberapa personel Polres Klungkung terus melakukan intimidasi, terror dan sempat meminta korban untuk menandatangani kesepakatan damai dengan para polisi selaku pelaku. 

Bahwa atas peristiwa ini, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan menilai telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia berkaitan dengan hak untuk bebas dari penyiksaan, dan hak terhadap akses peradilan yang jujur, adil, dan tidak memihak (Fair Trial) yang sejatinya telah dijamin dalam Pasal 28I Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Ketentuan ini juga diperkuat dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Lebih lanjut tindakan yang dilakukan Personel Polres Klungkung juga telah melanggar ketentuan Pasal 4 dan Pasal 7 Konvensi Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, serta terhadap ketentuan dalam Konvensi Anti Penyiksaan (CAT) yang telah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998. Selain itu, tindakan aparat polres Klungkung yang melakukan penyiksaan telah jelas melanggar Pasal 11 Ayat (1) huruf B Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi prinsip HAM dalam penyelenggaraan tugas Kepolisian Republik Indonesia yang tegas menyatakan setiap anggota Polri dilarang melakukan penyiksaan.

Berkaitan dengan sikap dan tindakan Polda Bali yang menerapkan Pasal ringan dalam laporan polisi yang diajukan Korban, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan menilai bahwa Polda Bali telah membuka celah/ruang terjadinya impunitas, sekaligus menjadi langkah yang kontradiktif dalam upaya memutus mata rantai penyiksaan yang telah mengakar kuat dalam proses penegakan hukum pidana Indonesia saat ini. Sementara serangkaian penyiksaan, penyekapan, dan perampasan barang milik korban sebagaimana diuraikan di atas, merupakan perbuatan yang patut diproses sebagai tindak pidana penyiksaan (Pasal 422) KUHP, penganiayaan yang mengakibatkan luka berat (Pasal 351 KUHP), penculikan dan penyekapan (Pasal 328 KUHP), perampasan kemerdekaan (Pasal 333 KUHP), serta pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP) untuk mendorong pertanggungjawaban para pelaku.

Berangkat dari situasi di atas, kami mendesak:

  1. Kompolnas dan Komnas HAM Republik Indonesia proaktif untuk melakukan pengawasan termasuk memanggil, memeriksa, dan mendesak penegakan hukum pidana serta etik terhadap personel Polres Klungkung yang menjadi pelaku penyiksaan serta pelanggaran unfair trial, serta kepada Polda Bali yang memeriksa laporan korban;  
  2. Polda Bali memastikan pertanggungjawaban pidana, etik dan disiplin terhadap semua personel Klungkung yang terlibat dalam tindakan terhadap korban secara profesional, akuntabel, dan transparan. Termasuk tidak menerapkan pasal pidana yang ringan terhadap personel Polres Klungkung selaku pelaku;
  3. Polres Klungkung agar kooperatif dalam proses pemeriksaan dan bertanggung jawab atas serangkaian tindakan penyiksaan, penangkapan dan penahanan, serta penyitaan secara melawan hukum terhadap korban pada 26 – 28 Mei 2024. Sekaligus tidak melakukan intimidasi, kekerasan maupun upaya lainnya untuk merintangi proses pemeriksaan atas peristiwa a quo;
  4. Polres Klungkung agar segera mengembalikan dengan segera barang yang dirampas secara melawan hukum dari Korban berupa 5 (lima) buah mobil;
  5. Polres Klungkung meminta maaf secara terbuka kepada korban dan keluarganya atas tindakan kejam melakukan penyiksaan kepada korban.

 

Narahubung:

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan 

  1. Lembaga Bantuan Hukum Bali
  2. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI);
  3. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *