PRESS RILIS 18 KANTOR LBH-YLBHI
YLBHI: DPR dan Pemerintah Harus Revisi UU ITE Secara Terbuka;
Hapus Pasal Karet Yang Mengancam Kemerdekaan Berpendapat Berekspresi
YLBHI Bersama 18 Kantor LBH YLBHI se-Indonesia mengecam langkah tertutup Komisi I DPR RI dan Kemenkominfo dalam proses revisi UU ITE. Sampai hari ini tidak ada informasi yang dapat diakses masyarakat secara terbuka terkait dengan proses revisi UU ITE. Informasi terakhir yang dapat diakses publik dalam laman website DPR RI (dpr.go.id) hanyalah info RUU sedang dalam pembahasan tahap II oleh DPR RI dan Pemerintah tanpa ada informasi apapun yang bisa diakses. Sementara itu, DPR mengumumkan akan segera mengesahkan revisi UU ITE. Hal ini akan menjadi rentetan preseden buruk praktik otoritarian pembentukan peraturan perundang-undangan yang terus berulang.
Seharusnya proses revisi UU ITE dilakukan secara terbuka dengan memberikan informasi yang mudah diakses dan membuka kesempatan kepada masyarakat seluas-luasnya untuk berpartisipasi secara bermakna. Masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan iinformasi (right to be informed) hak untuk didengar pendapatnya (right to be heard), hak untuk dipertimbangkan (right to be considered), hak untuk mendapatkan penjelasan (right to be explained), serta hak untuk menyampaikan komplain (right to be complained) dalam penyusunan Undang-Undang. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 96 UU Pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan dan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Selain melanggar pasal di atas, praktek ketertutupan revisi UU ITE merupakan pelanggaran terhadap prinsip kedaulatan rakyat (Sovereignty of the people) yang telah disepakati para founding mothers dan Fathers dalam Pembukaan UUD 1945) sebagai antitesis dari Daulat Raja/Daulat Tuan. Prinsip ini seharusnya diwujudkan bukan saja dengan membuka seluas-luasnya partisipasi bermakna warga dalam menentukan dan memutuskan siapa yang akan menjalankan pemerintahan melalui pemilu, namun juga dalam penentuan dan pelaksanaan isi dan keberlakuan kontrak sosial serta peraturan perundangan-undangan yang digunakan dalam menjalankan pemerintahan, termasuk revisi UU ITE.
Revisi UU ITE adalah agenda rakyat yang mendesak agar pasal-pasal karet di UU ITE yang selama ini kerap menjadi alat kriminalisasi dan pemberangusan hak kemerdekaan berpendapat berekspresi dihapus atau direvisi. Oleh karena itu, sudah semestinya masyarakat dapat mengawal dan memastikan bahwa agenda revisi UU ITE sesuai dengan tujuannya untuk memastikan keadilan khususnya kemerdekaan berpendapat dan berekspresi warga.
YLBHI mencermati bahwa masih terdapat pasal karet dalam UU ITE yang mengancam demokrasi khususnya kemerdekaan berpendapat dan berekspresi. Pasal-pasal tersebut diantaranya Pasal 26, Pasal 27 ayat (1) dan (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29, Pasal 36, Pasal 40 ayat 1 dan 2, dan Pasal 45 soal pemidanaan.
Sepanjang 2020-2022 YLBHI dan 18 LBH Kantor menangani 199 kasus berkaitan dengan pelanggaran Hak Kebebasan Berekspresi dan Menyampaikan Pendapat. Dari seluruh kasus tersebut kami menilai UU ITE seringkali dijadikan dasar pelaporan untuk membungkam suara kritis warga negara.
Merujuk pada hal diatas LBH YLBHI mendesak:
- DPR RI dan Pemerintah untuk menunda Pengesahan Revisi kedua UU ITE ;
- Pemerintah (Presiden RI) dan DPR RI harus memberikan akses informasi revisi UU ITE secara mudah dan terbuka serta membuka kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi secara bermakna;
- Pemerintah dan DPR RI harus memastikan revisi UU ITE dibahas secara demokratis dan mengatur ketentuan yang sejalan dengan prinsip hak asasi manusia dan Konstitusi;
- Pemerintah dan DPR untuk mencabut pasal-pasal karet dalam UU ITE yang mengancam kemerdekaan berpendapat dan berekspresi (Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2) dan (3).
Jakarta, 12 Juli 2023
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan 18 LBH Kantor