Pada tanggal 12 April 2013 DPR akan mengesahkan RUU organisasi masyarakat dalam paripurna DPR-RI. RUU ini masih menuai tentangan dari masyarakat sipil dan ormas karena akan mengebiri bahkan menginjeksi mati organisasi kemasyarakatan yang mulai tumbuh subur di Indonesia. Ini disebabkan oleh masih banyaknya pasal krusial yang berpotensi mengancam kebebasan sipil.
Kanalisasi, Pembatasan dan Pembunuhan Ormas
Dalam RUU ormas versi tanggal 1 April 2013, semua organisasi baik yang bersifat anggota atau non anggota, berbadan hokum atau tidak, keagamaan atau bukan, pribumi maupun asing akan terkelompokan menjadi ormas. Keseluruhannya akan terkanalisasi di 3 kementrian, seperti Kementrian Hukum dan HAM bagi yang berbentuk badan hukum seperti Yayasan, dan Perkumpulan, Kementrian Dalam Negeri bagi organisasi selain Yayasan dan perkumpulan dan Kementrian Luar Negeri yang didirikan oleh Warga Negara Asing. Ketentuan ini dikecualikan bagi organisasi sayap partai politik.
Prinsip kanalisasi ormas ini patut diduga bertujuan tidak saja untuk mensederhanakan keberadaan organisasi untuk memudahkan Negara mengawasi pola tanduk organisasi yang dibentuk oleh rakyat. Ketika organisasi ini melewati batas pengaturan, maka Negara berhak untuk memberikan sanksi yang dimulai dari penghentian kegiatan hingga pembubaran ormas tersebut. Hal ini jelas sangat bertolak belakang perlakuannya terhadap ormas sayap partai politik. Layaknya pengkastaan perlakuan terhadapnya. RUU ini tidak dapat menjangkau bahkan menisbikannya sebagai suatu ormas.
Semangat pembatasan guna mengawasi ormas terlihat dari syarat ketat pendirian ormas yang meliputi asas tunggal, tujuan yang hanya untuk kepentingan pembangunan, dan pendirian ormas yang harus memiliki 25% kantor cabang dalam lingkup wilayahnya. Ini sangat jelas menyulitkan bagi suatu organisasi untuk lahir dan malah akan mengaborsi dan membunuh secara perlahan ormas seiring dengan pengawasan intensif yang dilakukan oleh Negara. Meski ada penundaan pelaksanaan selama 3 tahun kedepan dalam pasal peralihan, tetap akan sangat sulit suatu organisasi kemasyarakatan yang tumbuh dari masyarakat (community base) memenuhi syarat itu. Artinya, kedepan hanya akan ada sekelintir ormas yang berfungsi untuk menciptakan demokratisasi sesungguhnya di Indonesia.
Sebagai Negara yang demokratis yang berlandaskan hukum, Indonesia harus membangun pilar kebebasan sipil sebagai penopang kontruksi ruang rakyat untuk berpartisipasi dalam ranah politik dan hokum. Meski masih sebatas prosedural, kebebasan sipil sebagai salah satu syarat kehidupan yang demokratis di Indonesia mulai tumbuh. Bayi ini harus tetap dijaga dan dipelihara menjadi dewasa untuk dapat jadi alat pencapaian kesejahteraan rakyat. Ini jangan dibatasi dan dibunuh.
Berdasarkan itu, Yayasan LBH Indonesia menyatakan sikap sebagai berikut :
1. Menolak RUU Ormas untuk disahkan
2. Meminta DPR RI menghentikan pembahasan RUU Ormas
Jakarta, 9 April 2013
YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM INDONESIA
Alvon Kurnia Palma, SH.
Ketua Badan Pengurus
Silahkan unduh press release : 2013_0409_Siaran Pers_Injeksi Mati Kebebasan Sipil (PDF file, Bahasa Indonesia)