Kematian Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Yonoli Untajana, 22 tahun, pada hari Jum’at tanggal 25 Januari 2013, merupakan korban yang kesekian kalinya di Institut Pemerintahan Dalam Negeri.
Peristiwa-peristiwa kematian Praja IPDN, rata-rata karena factor adanya pola pendidikan kekerasan yang masih di pertahankan dalam institusi ini. Dengan demikian apakah masih layak IPDN disebut sebagai Institut Pemerintahan Dalam Negeri.
Sebagaimana fakta yang terjadi berdasarkan video amatir yang di rekam oleh warga Desa Tampusu, memperlihatkan jika Yonoli sebelum meninggal sedang mengikuti kegiatan Pra-Resimen Mahasiswa (Menwa). Kegiatan yang dimaksud adalah melintasi rintangan kubangan air (empang).
Kagiatan-kegiatan seperti Pra-Menwa kecenderungan menggunakan pola-pola militerisme. Pola-pola seperti tersebut seharusnya tidak lagi di terapkan dalam kehidupan mahasiswa saat ini. Karena pola-pola tersebut menjadikan arogansi bagi para praja Senior.
Keberadaan Menwa dan pola-pola kekerasan ala Menwa di kampus selayaknya berakhir sejak tanggal 25 Mei 2000, karena pada saat itu Resimen Mahasiswa resmi di hapus. Sebelumnya keberadaan Menwa di kampus merupakan kesepatan dari tiga menteri, yang selama ini menaungi Menwa, yaitu Mendiknas, Menhan dan Mendagri. Ketiga Menteri tersebut, sepakat mencabut SKB (Surat Keputusan Bersama) Menhankam – Pangab/Mendikbud/Mendagri No. Kep/39/XI/1975 tertanggal 11 November 1975, dan SKB Menhankam/Pangab No. Kep/021/ 1978, tertanggal 19 Januari 1978. Dua SKB inilah yang selama ini menjadi landasan keberadaan Menwa.
Dengan demikian, sebagaimana seperti dalam rekaman video amatir terkait kejadian penyebab meninggalnya korban, bukanlah hal kelalaian penyebab meninggalnya korban sebagaimana dijeratkan kepada tersangka oleh pihak kepolisian. Semestinya factor kesengajaan yang menyebabkan korban meninggal dunia. Kesengajaan karena pola-polanya jelas seperti peristiwa sebelum-sebelumnya. Dan Praja IPDN yang meninggal karena ulah para seniornya atau mengikuti kegiatan kampus, bukan hanya kali ini saja.
Faktor ketertutupan birokrasi dan internal IPDN merupakan penyebab budaya kekerasan-kekerasan it uterus terjadi di kampus tersebut. Terbukti dalam peristiwa meninggalnya korban, pihak kampus IPDN kurang transparan dalam hal ini, bahkan pihak keluarga dan orang tuanya mengetahui korban meninggal dunia dari jejaring social facebook.
Maka atas dasar itu, YLBHI dan Orang Tua Korban mendesak :
- Kepada aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas atas peristiwa meninggalnya Praja IPDN Yonoli Untajana.
- Kepada Direktur IPDN Sulawesi Utara untuk bersikap kooperatif dan bertanggung jawab atas peristiwa meninggalnya Praja IPDN Yonoli Untajana.
- Kepada Kementrian Dalam Negeri untuk bertindak dan meng-evaluasi kerja IPDN Sulawesi Utara atas adanya dugaan kekerasan dan penganiayaan sehingga menyebabkan meninggalnya Praja IPDN Yonoli Untajana.
Jakarta, 14 Juni 2013
Yayasan LBH Indonesia
Bahrain, SH., MH
Direktur Advokasi dan Kampanye YLBHI