Pasal 28E ayat (3) UUD Tahun 1945 menegaskan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
Falun Gong adalah suatu kegiatan olah pernafasan dan kesadaran jiwa untuk kesehatan yang merupakan bagian dari budaya tradisional Cina dan diperkenalkan kembali di Republik Rakyat Cina (RRC) oleh Master Li Hongzi pada tahun 1992, sampai diterima di 114 negara termasuk Indonesia. Falun Gong dimaksudkan sebagai sistem latihan fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan jiwa, moral dan tubuh seseorang sampai menjadi lebih baik. Melalui latihan Falun Gong, para praktisi dapat memperoleh kemajuan yang sangat pesat dalam kesehatan jiwa dan raga, demikian juga dapat menghilangkan stress. Falun Gong telah berkembang hingga jutaan pengikut diseluruh dunia dengan latihan spiritual Sejati-Baik-Sabar.
Akan tetapi, sejarah Falun Gong di Cina diwarnai dengan tindak kekerasan dan penyiksaan oleh pemerintah RRC terhadap para praktisi kegiatan tersebut. Menurut pengakuan para praktisi yang datang ke Yayasan LBH Indonesia, para praktisi Falun Gong di RRC mengalami penyiksaan kejam dan bahkan terjadi praktek pengambilan organ tubuh para praktisi Falun Gong oleh Pemerintah RRC. Tindakan kejam tersebut dilakukan karena para Praktisi Falun Gong tersebut dipaksa untuk melepaskan keyakinannya terhadap latihan spiritual Sejati-Baik-Sabar
Beberapa Praktisi Falun Gong yang ada di Indonesia mendirikan Himpunan Falun Dafa Indonesia (HFDI) pada tahun 1999. HFDI mendaftarkan organisasinya ke Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) sebagai bentuk pemenuhan kewajiban sesuai pasal 19 Undang-undang No. 5 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan jo. Pasal 2 ayat (2) PERATURAN Pemerintah no. 18 Tahun 1986 Tentang ruang lingkup, tata cara pemberitahuan kepada pemerintah serta papan nama dan lambang organisasi kemasyarakatan.
Tahun 2010 Kesbangpol menerbitkan SK Nomor 220/835.DIII yang intinya menyatakan bahwa BELUM PERLU untuk mengeluarkan atau menerbitkan surat Keterangan Terdaftar bagi HFDI. Tidak diberikannya surat keterangan terdaftar disebabkan karena adanya intervensi dari Pemerintah RRC, lewat NOTA DIPLOMATIK RESMI kepada pemerintah Indonesia untuk melarang pemberian ijin organisasi HFDI.
Dengan tidak adanya Surat Keterangan Terdaftar menyebabkan komunitas Falun Dafa Indonesia banyak mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatannya, komunitas Falun Dafa kerap mengalami pelarangan bahkan sampai dibubarkan pada acara resmi yang diadakan Pemerintah Indonesia. Dalam beberapa kasus seperti yang terjadi di Surabaya pada 7 Mei 2011, pelarangan aktivitas Falun Dafa oleh Lurah Ubud pada 16 Februari 2013. Pelarangan tersebut dilakukan dengan alasan belum terdaftar di Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik.
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa Indonesia menjamin dan melindungi kebebasan berserikat warga negaranya berdasarkan amanah konstitusi, Undang-undang Dasar 1945, bukan malah tunduk kepada kepentingan politik Pemerintah RRC yang merasa terancam dengan adanya suatu perkumpulan. Bagaimana bisa, Nota Diplomatik dari Pemerintah RRC menjadi dasar pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dijamin oleh Konstitusi, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh sebab itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak Pemerintah Indonesia untuk :
1) Memenuhi Hak Atas Kebebasan Berserikat, Berkumpul dan Mengeluarkan Pendapat sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 28E ayat (3) UUD Tahun 1945;
2) Menyatakan sikap tegas terhadap Pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) untuk menolak Nota Diplomatik yang bertentangan dengan Konstitusi, Pasal 28E ayat (3) UUD Tahun 1945;
3) Menegaskan kepada Kementerian Dalam Negeri cc Kesbangpol agar segera menerbitkan Surat keterangan Terdaftar bagi Himpunan Falun Dafa Indonesia;
Jakarta, 26 April 2013
Yayasan LBH Indonesia
Bahrain, SH., MH.
Direktur Advokasi
Silahkan Unduh Siaran Pers : 20130326_SiaranPers_Falun Dafa (PDF File, Bahasa Indonesia)