Pernyataan Sikap Koalisi Kami Berani¹
Peraturan Daerah Kota Bogor No 10 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual: Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Kami Koalisi Masyarakat Sipil untuk Hak Keberagaman Gender dan Seksual (Kami Berani) yang terdiri dari Arus Pelangi, ASEAN SOGIE Caucus, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, PKBI, SGRC Indonesia, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), Sanggar SWARA dan Human Rights Working Group (HRWG) bersama-sama dengan 140 organisasi masyarakat sipil lainnya menyatakan kecewa atas Peraturan Daerah Kota Bogor No 10 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual.
Pada tanggal 21 Desember 2021 DPRD Kota Bogor dan Walikota Bogor telah menetapkan Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual (p4s). Koalisi menilai, Perda ini mengandung unsur pelanggaran HAM yang memperparah terjadinya kekerasan dan diskriminasi pada kelompok Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender di Kota Bogor. Pasalnya, pada Bab III pasal 6 menyebutkan bahwa kelompok dan perilaku yang dimaksudkan adalah homoseksual, lesbian dan waria.
Perda ini bertentangan dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Di dalam PPDGJ poin F66 disebutkan “orientasi seksual sendiri jangan dianggap sebagai sebuah gangguan”. Dalam klasifikasi internasional yakni International Classification of Diseases revisi ke-11, telah menyatakan bahwa transgender bukan merupakan gangguan kejiwaan.
Sebagai konsekuensi, segala hal yang dikategorikan sebagai perilaku penyimpangan seksual di dalam Perda ini akan dikenakan upaya pencegahan dan penanggulangan, di mana di dalamnya termasuk juga tindakan pengamanan dan rehabilitasi. Hal ini dapat berdampak pelibatan bukan hanya dari aparatur pemerintahan daerah namun juga masyarakat. Perda ini berpotensi meningkatkan kasus kekerasan terhadap kelompok kelompok minoritas seksual dan gender. Selain itu, Perda ini mengamanatkan pembentukan sebuah komisi penanggulangan yang pembiayaannya akan dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Koalisi menilai Perda ini merupakan bentuk pelanggaran HAM pada warga negara tertentu berpotensi menghancurkan martabat, kehormatan dan rasa aman. Berikut adalah dampak langsung dari Perda ini:
- Dampak kekerasan psikis dan tertutupnya akses kesehatan
Perda menjadi legitimasi untuk mengkategorikan kelompok LGBT sebagai kelompok yang dapat disembuhkan dengan tindakan rehabilitasi dan penanggulangan. Petugas kesehatan, penyedia layanan kesehatan, aparatur daerah dan masyarakat secara umum dapat mengirim individu baik anggota keluarga maupun anggota masyarakat ke pusat rehabilitasi. Perda ini juga bertentangan dengan komitmen Pemerintah Indonesia untuk menghapus segala peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang diskriminatif terhadap orang dengan HIV dan kelompok populasi kunci, yang tertuang di dalam Deklarasi Politik PBB tentang HIV/AIDS tahun 2021.² Kebijakan seperti ini, akan menjadi hambatan yang besar terhadap respon HIV yang efektif menuju Indonesia bebas AIDS pada 2030.
- Dampak kekerasan bernuansa terapi konversi/upaya korektif
Pada pasal 9, 12, 15 dan 18 secara spesifik mengatakan bahwa salah satu cara pencegahan dan penanganan yang digunakan adalah rehabilitasi. Hal ini akan berpotensi semakin maraknya aktivitas pemaksaan upaya perubahan orientasi seksual dan identitas gender seseorang. Victor Madrigal Borloz, Ahli Independen Prosedur Khusus PBB tentang SOGI dalam laporan tematiknya³ menyebut upaya ini sebagai bentuk penyiksaan
- Dampak kekerasan fisik (penangkapan sewenang-wenang)
Ketiadaan payung hukum anti-diskrimnasi yang melindungi kelompok LGBT telah menjauhkan kelompok LGBT dari akses keadilan ketika mengalami kekerasan, diskriminasi dan pengusiran dari rumah, perda ini memperkuat aksi-aksi tersebut. Sebagai bentuk proses pencegahan, aktivitas penangkapan sewenang-wenang dan persekusi semakin marak di Kota Bogor terhadap kelompok minoritas seksual dan gender. Perda ini juga mengamantkan Pemerintah Kota Bogor untuk membentuk lembaga lintas sektoral (pasal 8) dalam memaksimalkan implementasi Perda ini.
- Dampak informasi yang keliru (miss-information) terkait minoritas seksual dan gender
Pasal 15 menyebutkan bahwa salah satu langkah yang akan dilakukan untuk pencegahan adalah melalui edukasi dan penyebaran informasi terkait 15 kelompok dan perilaku pada pasal 6. Tindakan ini akan berpotensi semakin meningkatkan adanya informasi yang keliru tentang orientasi seksual dan identitas gender yang berpotensi meningkatkan i kebencian dan penolakan.
- Dampak kehilangan sumber ekonomi
Atas dampak-dampak yang telah kami sebutkan di atas, secara langsung akan menutup akses bagi kelompok LGBT untuk bekerja dan mendapatkan sumber penghasilan sehari-hari
Untuk itu Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keberagaman Gender dan Seksual meminta secara mendesak::
- Walikota Bogor, Gubernur Jawa Barat dan Kementerian Dalam Negeri untuk berkoordinasi dan segera membatalkan Perda No 10 tahun 2020 Kota Bogor;
- Komnas HAM untuk mengeluarkan pernyataan resmi menyikapi Perda Diskriminatif ini dan menyurati DPRD, Pemerintah Kota Bogor dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat guna peninjauan kembali.
- Kantor Staf Presiden sebagai penyelenggara Program Kabupaten dan Kota Ramah HAM untuk mencabut Kota Bogor dari klasifikasi Kota Ramah HAM dan tidak menjadikan Kota Bogor ataupun daerah di Jawa Barat sebagai tuan rumah pelaksanaan kegiatan karena Perda yang dihasilkan bertentangan dengan HAM itu sendiri.
¹ Koalisi Kami Berani adalah Koalisi Masyarakat Sipil yang berfokus pada keberagaman dan kesetaraan, terutama untuk isu yang berkaitan dengan pemenuhan orang-orang minoritas gender dan seksual di Indonesia. Koalisi Kami Berani atas nama HAM juga turut mengajak organisasi masyarakat sipil di Kota Bogor untuk melawan diskriminasi.
² UN Political Decalartion on HIV & AIDS 2021:
https://www.unaids.org/sites/default/files/media_asset/2021_political-declaration-on-hiv-and-aids_en.pdf
³ https://www.ohchr.org/en/calls-for-input/reports/2020/report-conversion-therapy
Local Regulation of Bogor City, Indonesia No. 10 of 2021 on Prevention and Countermeasures of Sexual Deviant Behavior: Human Rights Violations
We, Kami Berani the Coalition of Civil Society on the Rights of Sexual Orientation and Gender Identity (SOGI) consist of Arus Pelangi, ASEAN SOGIE Caucus, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, PKBI, SGRC Indonesia, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), Sanggar SWARA dan Human Rights Working Group (HRWG) together with the 141 undersigned organizations express our deepest concern on the new local regulation passed by the Bogor City Parliament, Indonesia. On December 21, 2021 the Bogor City Parliament and the Mayor of Bogor have passed a Local Regulation on the Prevention and Countermeasures of Sexual Deviant Behavior (P4S). The coalition considers that this regulation contains elements of human rights violations that aggravate violence and discrimination against Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender groups in Bogor City. The reason, in Chapter III article 6 mentions that the group and behavior intend to be prevented are homosexual, lesbian and transgender.
This regulation is contrary to the Guidelines for Classification and Diagnosis of Mental Disorders (PPDGJ) III of the Ministry of Health of the Republic of Indonesia. In PPDGJ point F66 mentioned “sexual orientation alone should not be considered a disorder”. In the international classification, the 11th Revision of International Classification of Diseases has been stated that transgender is not a mental disorder. As a consequence, each group categorized as sexual deviant behavior in this Regulation will be subject to prevention and countermeasures, including security and rehabilitation measures. This can have an impact on involvement not only from the local government apparatus but also the larger homophobic community. This regulation has the potential to increase cases of violence against SOGI minority groups. In addition, this Regulation mandates the establishment of a countermeasures commission whose financing will be charged to the Local Government Budget (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah – APBD). The coalition considers this regulation is a form of human rights violations on certain citizens and has the potential to destroy dignity, honor and security. Following are the direct effects of this regulation:
1. The impact of psychical violence and limit the access to health
This Regulation becomes a legitimacy to categorize LGBT people as groups that can be cured with rehabilitation and countermeasures. Health workers, health care providers, local authorities and the public in general can send individuals both family members and community members to rehabilitation centers. It also contradicts with the Government of Indonesia’s commitment to remove all laws and policies that discriminate against people with HIV and key population groups, stated in the UN Political Declaration on HIV/AIDS in 2021.¹ Such a policy would be a major obstacle to an effective HIV response towards an AIDS-free Indonesia by 2030.
2. Impact of nuanced violence of SOGI changes efforts
In articles 9, 12, 15 and 18 specifically say that one of the ways of prevention and treatment used is rehabilitation. This will potentially increase the increasingly rampant activity of coercive efforts to change a person’s sexual orientation and gender identity. Victor Madrigal Borloz, the UN’s Independent Expert on on SOGI in his thematic report² called this effort a form of torture.
3. Impact of physical violence and arbitrary arrest
The absence of anti-discrimination laws protecting LGBT people has kept LGBT people away from access to justice when subjected to violence, discrimination and domestic violence and expulsion from home. This Regulation reinforcing those actions as form of prevention process which may lead to arbitrary arrest and persecution. This regulation
also mandates the Bogor City Government to form Cross-sectoral Institutions (article 8) in enacting the implementation of this Regulation.
4. The impact of miss-information related to SOGI
Article 15 mentions that one of the steps that will be taken for prevention is through education and dissemination of information related to 15 groups and behavior in article
6. This action will potentially further increase the presence of misinformation about sexual orientation and gender identity that has the potential to increase hate, rejection and homo-bi-transphobia.
5. The impact of losing economic resources
For the impacts we have mentioned above, it will directly close an access for LGBT people to labor rights and earn a source of daily income.
Thus, the Coalition urgently calls for:
1. Mayor of Bogor City, Governor of West Java and the Indonesia Ministry of Home Affairs to coordinate and immediately revoke the Regulation No. 10 of 2020 Bogor City;
2. Indonesia National Commission on Human Rights (Komnas HAM) to issue an official statement addressing this Discriminatory Regulation and write to the Local Parliament of Bogor City, Bogor City Government and West Java Provincial Government to review and revoke the Regulation.
3. The Presidential Staff Office as the organizer of the Human Rights Friendly City and Regency Program to revoke the City of Bogor from the classification of Human Rights Friendly City.
For media inquiry please contact:
1. Ryan Korbari, Arus Pelangi ryan@aruspelangi.or.id
2. Lini Zurlia, ASEAN SOGIE Caucus, lzurlia@aseansogiecaucus.org
3. Muhammad Isnur, YLBHI isnur@protonmail.com
¹ UN Political Decalartion on HIV & AIDS 2021:
https://www.unaids.org/sites/default/files/media_asset/2021_political-declaration-on-hiv-and-aids_en.pdf
² UN IE on SOGI thematic report on conversion therapy
https://www.ohchr.org/en/calls-for-input/reports/2020/report-conversion-therapy
List of Signatories:
List Organisasi Pendukung
1. Aksaka Cahaya Foundation 2. Aksi Keadilan Indonesia 3. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta 4. Aprikot Tulungagung 5. Arjuna Pasundan 6. Arus Pelangi 7. ASEAN SOGIE Caucus 8. Atap Satu Keadilan 9. Balad Pasundan 10. Beyond 11. Cangkang Queer 12. Dewan Pimpinan Suluh Perempuan 13. Dipo GHRC 14. Fabulous Student 15. FeminisThemis 16. FKPTB 17. Flobamora Jaya Peduli 18. For Peace Project 19. Forum komunikasi peduli HIV Aids Tangerang bersatu 20. Forum Pelangi Kasih NTT 21. Gaya mahardhika 22. GAYa NUSANTARA 23. Genesis 24. GWL INA 25. HRWG 26. IGAMA 27. Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) 28. IMoF NTT 29. IMPARSIAL 30. Indonesia AIDS Coalition 31. Indonesia Butuh Feminis 32. INKLUSINESIA 33. Inti Muda Indonesia 34. IRIS COLLECTIVE 35. Iris Collective 36. IWASOR 37. IWAYO 38. Jaringan Anti Kekerasan NTT 39. Jaringan Equals Indonesia 40. Jaringan Rakyat Bhineka 41. Jaringan Transgender Indonesia 42. KARTINI ASIA NETWORK 43. KDS Arjuna Pasundan Community 44. KDS Pelangi Kehidupan Bogor 45. KDS SASANDO PLUS kupang 46. Kerukunan Waria Bissu Sulawesi Selatan 47. Kojigema Institute 48. Kolektif kuda laut 49. KOMPAK (Komunitas Peacemaker Kupang) 50. Komunitas Gayatri Surabaya 51. Komunitas Sehati Makassar 52. Komunitas Warna Gaung (WarGa) Pekanbaru 53. Konde.co 54. Konsorsium PERMAMPU 55. Larre Caruban pesisir 56. LBH Padang 57. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta 58. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat 59. Lembayung Institute 60. LeTo 61. Ludruk Suromenggolo 62. Narasi Toleransi 63. Natha Abaya 64. Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) 65. Paraparabuku 66. PBHI Nasional 67. Peduli Napas 68. Pelangi Khatulistiwa Kalimantan Barat (Pekha Kalbar) 69. Pelangi Mahardhika 70. Pemuda Tapal Batas 71. Perempuan Mahardhika 72. Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta 73. Perkumpulan Rumah Cemara 74. Perkumpulan Warna Disabilitas 75. Persatuan Priawan Indonesia 76. Persatuan Transpuan Sumatera Utara (PETRASU) 77. Persaudaraan Korban Napza Parahyangan 78. PERWAKA (Persatuan Waria Kediri Raya) 79. Perwakos 80. Perwaris Satu Hati Semarang 81. Pesona Support 82. PKBI 83. PLUSH (People like Us Satu Hati) 84. Puanisme Bogor 85. PurpleCode Collective 86. Puzzle Indonesia 87. Queerlangga 88. Ragam Institute 89. Rojali papua 90. RRR Collective 91. SAFEnet 92. Sahabat Sulteng 93. Samsara 94. Sanggar Seroja 95. Sanggar Swara 96. Sanubari Sulawesu Utara 97. Save All Women and Girls (SAWG) 98. SEJUK 99. Sekolah Gender Jember 100. Sempurna community 101. SGRC Indonesia 102. Sikola Mombine 103. SINDIKASI 104. SOPAN SUMBA 105. Srikandi Pakuan 106. Srikandi Panyawangan 107. Srikandi Patriot Bekasi 108. Srikandi Patroman Banjar 109. Suara PelagI 110. Suara Peranakan 111. SuaraKita 112. Talita Kum Solo 113. Tarena Aceh 114. Tenggara Youth Community 115. TransPer 116. Transvoice 117. Voice of Youth Surabaya 118. WAMARAPA 119. WARCAN 120. Waria Crisis Center Yogyakarta 121. WARNA (WARIA MANADO) 122. Warna Sehati 123. Women and Youth Development Institute (WYDII) 124. Women’s March 125. Womnx'S voice 126. YAPKEMA 127. Yayasan Akbar Sumatera Barat 128. Yayasan Edelweis BERSEMI (bersama sehat mandiri) 129. Yayasan Gaya Dewata Denpasar 130. Yayasan IGAMA Malang 131. Yayasan Intermedika Prana 132. Yayasan Kasih Pelangi Dewata (KAPELATA) 133. Yayasan Kesehatan Perempuan 134. Yayasan Lekas 135. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia(YLBHI) 136. Yayasan Perlindungan Insani Indonesia 137. Yayasan Pesona Bumi Pasundan 138. YIFoS Indonesia 139. YKBH Justitia NTT 140. YPBP