Peredaran obat injeksi Buvanest Spinal0,5 % Heavy yang diproduksi oleh PT Kalbe Farma Tbk telah mengakibatkan 2 orang pasien Rumah Sakit Siloam Lippo Village, Karawaci Tangerang meninggal dunia. PT Kalbe Farma Tbk melalui surat nomor 010/QO/KF/II/2015 tanggal 25 Februari 2015 perihal tanggapan terhadap surat penghentian Sementara Kegiatan Fasilitas Produksi Fasilitas Produksi Larutan Injeksi Volume Kecil Nonbetalaktam, telah menyampaikan hasil investigasi terhadap dugaan terjadinya mix-up produk Buvanest spinal 0,5 % Heavy Injeksi dan Asam Traneksamat Injeksi yang kemungkinan terjadi pada kegiatan pembuatan obat.
Yayasan LBH Indonesia memandang bahwa Pertanggungjawaban terhadap terkait peristiwa tersebut yaitu sebagai berikut:
Pertama, berdasarkan pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen, pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Dalam pemberian ganti rugi kepada konsumen yang dirugikan sebagaimana diatur dalam pasal 19 ayat 1 diatas, tidak serta merta menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan sebagaimana diatur didalam pasal 19 ayat 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Atas tindakannya tersebut, Pasal 62 ayat 1 dan 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha dalam hal ini PT Kalbe Farma Tbk dapat diancam pidana paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000 Milliar, dan terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Kedua, Merujuk pasal 68 huruf e Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001, BPOM mempunyai kewenangan untuk pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri Farmasi, sehingga BPOM mempunyai tanggungjawab penuh terhadap peredaran obat yang tidak memenuhi standar yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan masyarakat.
Berdasarkan hasil pengamatan YPKKI, produk Buvanest Spinal yang diproduksi oleh PT Kalbe Farma Tbk tidak memenuhi standar yang diatur dalam lampiran VII Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Hal tersebut menjadi salah satu bukti lemahnya BPOM dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran obat.
Beredarnya obat yang tidak berstandar ini, akibat adanya ketidaktelitian dan kurang kehati-hatian Penilai Informasi Produk dan Penandaan dalam melakukan evaluasi informasi produk dan penandaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 3 huruf c Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Sehingga BPOM memberikan izin edar khususnya Buvanest Spinal PT Kalbe Farma Tbk. Pentingnya informasi produk dan penandaan terhadap produk obat yaitu konsumen tidak salah dalam penggunaa obat sehingga dapat dipergunakan dengan aman sesuai dengan tujuan penggunaan dari obat tersebut.
Dengan terjadinya dugaan mix-up obat injeksi Buvanest Spinal dan tidak adanya informasi produk dan penandaan, dapat diduga PT Kalbe Farma Tbk tidak menerapkan pedomana Cara pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.03.1.22.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman CPOB. Pelanggaran terhadap ketentuan Pedoman CPOB dapat dikenai sanksi administratif sebagai berikut: Peringatan, Peringatan keras, Penghentian sementara kegiatan, Pembekuan Sertifikat CPOB/CPBBAOB, Pencabutan Sertifikat CPOB/CPBBAOB; dan Rekomendasi pencabutan izin industri farmasi sebagaimana diatur dalam pasal 6 Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.03.1.22.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman CPOB.