Dewan Perwakilan Daerah Segera Mendesak Presiden RI, Kementerian dan Lembaga Negara Terkait Untuk Segera Menghentikan Proyek Strategis Nasional Cetak Sawah serta Swasembada Gula dan Bioetanol karena melanggar Aturan

IMG-20241202-WA0117.jpg
SIARAN PERS
“ Dewan Perwakilan Daerah Segera Mendesak Presiden RI, Kementerian dan Lembaga Negara  Terkait Untuk Segera Menghentikan Proyek Strategis Nasional Cetak Sawah serta  Swasembada Gula dan Bioetanol karena melanggar Aturan “

 

Bahwa pada hari Senin,   02 Desember 2024 Masyarakat Adat Malind yang menjadi korban penggusuran dan penyerobotan Tanah Adat serta calon terdampak  terkait Proyek Strategis Nasional Ketahanan Pangan dan Energy,  melangsungkan Audiensi bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang diwakili oleh Ketua Komite II Ibu Badikenita Br dan Wakil  Ketua III Komite II DPD RI A. Abd. Waris Halid serta 2 perwakilan DPD RI asal Papua Selatan. Audiensi tersebut dilangsungkan di Auditorium Kantor Bupati Merauke.  Masyarakat Adat yang hadir sebagai perwakilan dan menyampaikan sikap  penolakan terhadap Proyek Strategis Nasional   terdiri dari :

  1. Distrik Ilwayab ( kampung Wogikel, Kampung Yulili, Kampung Bibikem, Kampung  Wanam). ( Khusus Distrik ilwayap ada 4 Marga yang menolak PSN yaitu  Marga Moiwend, Gebze, Balagaize, Basik-Basik yang merupakan korban langsung penyerobotan dan penggusuran paksa)
  2. Distrik Tubang ( Kampung Wamal, Kampung Dokip, Kampung,  Kampung Dudalim, Kampung Yowid, Kampung Woboyu dan Kampung Welbuti )
  3. Distrik Okaba ( Kampung Magai Wambi, Kampung S Wambi, kampung Du Miraf, Kampung Iwol, Kampung Makalin, Kampung OKaba, Kampung Alaku, Kampung Alatep, Kampung Sangase
  4. Distrik Eligobel ( Kampung Tanas, Kampung Kweeel,  Kampung Bupul dan Kampung Torai ( Khusus kampung Torai ada 3 Marga yang Terima perusahaan sedangkan marga lainya menolak )
  5. Distrik Sota ( Kampung Erambu, Kampung Tanas). semunya berasal dari Sub Suku Malind Yeinan.
  6. Distrik Nguti ( Kampung Salamepe, Kampung Nakias, Kampung Tagaepe, Kampung Puepe, Kampung  Yomob, Kampung Yawimo, dan Kampung Kwemsik.
  7. Distrik Kimaam ( Kampung Tururam, kampung Webu
  8. Distrik Padua ( Kampung Bamol, Sigat, Kalwa )
  9. Finsen Kwipalo ( Tanah Adad Marga Kwipalo )
  10. Daniel Kwarjai ( Tanah Adat Marga Kwarjai )

Dalam Audiensi tersebut perwakilan masing-masing kampung dan pemilik hak ulayat menyampaikan pernyataan Sikap sebagai berikut :

Kami perwakilan masyarakat adat Malind, Makleuw, Yei dan Khimaima yang terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) Merauke, Forum Masyarakat Adat Marind Kondo Digul dan aktivis Pembela Hak Asasi Manusia dan Lingkungan Hidup, yang tergabung dalam Solidaritas Merauke, menyampaikan pandangan dan pernyataan terkait keberadaan kebijakan dan penerapan PSN Merauke, sebagai berikut:

  1. Bahwa kebijakan PSN Merauke diterbitkan tanpa ada kesepakatan luas masyarakat berdasarkan prinsip FPIC (Free Prior Informed Consent) yakni persetujuan masyarakat berdasarkan informasi sejak awal proyek dan tanpa ada paksaan, manipulasi dan rayuan, melainkan secara sadar dan bebas.
  2. Bahwa kebijakan dan proyek PSN Merauke diterbitkan tanpa disertai kajian sosial dan lingkungan hidup yang memadai, serta melibatkan masayarakat adat terdampak langsung dan tidak langsung. Hingga saat ini, kami belum mendapatkan dan memperoleh bahan Kajian Lingkungan Hidup Strategis, Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan dokumen lingkungan hidup lainnya.
  3. Bahwa pemerintah dan perusahaan Jhonlin Group, serta 10 perusahaan perkebunan tebu dan bioethanol, telah mengoperasikan alat dan sumber daya untuk menmggusur kawasan hutan, savana, rawa dan lahan gambut, hingga mengakibatlan terjadinya pengrusakan, penggundulan dan penghilangan kawasan hutan dan lahan, rawa, savana dan lahan gambut, tempat sumber mata pencaharian, sumber pangan, tempat penting dan sakral, dalam jumlah luas lebih dari 10.000 hektar dan dapat mencapai jutaan hektar.
  4. Bahwa pemberian izin usaha dilakukan secara tertutup dan diduga terjadi praktik kolusi dan nepotism, tidak adil dan monopoli, hanya menguntungkan kelompok dan orang tertentu. Terjadi pengambilalihan tanah dan hutan adat dalam skala luas hingga dapat melebihi 2 juta hektar.
  5. Bahwa pemerintah nasional, kementerian dan Panglima TNI sepemahaman membuat kebijakan, membentuk dan menggunakan aparat militer TNI dalam PSN Merauke, termasuk memfasilitasi proses pengalihan hak atas tanah dan pengamanan proyek cetak sawah baru. Keberadaan dan aktivitas aparat militer telah menimbulkan rasa tidak aman dan tekanan psikis bagi masyarakat di kampung.

Kami berpandangan dan menilai kebijakan dan proyek PSN Merauke bertentangan dengan konstitusi UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan hak asasi manusia ; hak masyarakat adat  hak petani ; hak atas tanah, hutan dan air ; hak atas kebebasan berekspresi ; hak atas pembangunan ; hak atas pangan dan gizi ; hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Kami menolak proyek PSN Merauke karena menimbulkan pelanggaran HAM serius, hak hidup Orang Asli Papua dan kerusakan lingkungan hidup.

Karenanya, kami meminta kepada pimpinan DPD RI, Ketua Komite II DPD RI dan anggota DPD RI Provinsi Papua Selatan agar mendesak Presiden RI, Kementerian dan Lembaga Negara terkait PSN Merauke untuk menghentikan proyek ini.

Kami meminta kepada pimpinan DPD RI, Ketua Komite II DPD RI dan anggota DPD RI Provinsi Papua Selatan, untuk menyampaikan hasil Kunjungan Kerja dan diumumkan ke media nasional dan daerah.

Kami meminta juga agar pimpinan DPD RI untuk aktif memperjuangkan keadilan, pemajuan penghormatan dan perlindungan hak dasar dan kesejahteraan masyarakat adat, serta keberlanjutan lingkungan hidup.

 

Terima Kasih

 

Merauke, 2 Desember 2024

 

Hormat kami,

Teddy Wakum ( LBH Papua ).  Juru Bicara Solidaritas Merauke

Simon Balagaize, Juru Bicara Forum Masyarakat Adat Malind Kondo Digul

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *