Penegakan hukum tindak pidana terorisme merupakan perhatian pemerintah sebagai extra ordinary crime, akan tetapi upaya tersebut diharapkan tetap dalam kerangka hukum dan HAM.
Demikian disampaikan Lembaga Bantuan Hukum Kota Makassar (LBH Makassar) dalam rilis pers, sehubungan dengan adanya pengaduan keluarga yang diduga tersangka teroris di Sulsel kepada LBH Makassar. Kepada redaksi belum lama ini Kamis (17/1/2013).
Menurut LBH Makassar termasuk penanganan tindak pidana terorisme di Sulsel, dimana penanganannya perlu menjadi perhatian dan koreksi bersama, terutama beberapa tindakan Densus 88 Anti Teror yang cenderung sewenang-wenang dan melanggar hak asasi manusia.
Tindakan upaya paksa penangkapan dan penyitaan diduga menyalahi prosedur, prinsip hukum dan dilakukan secara refressif lewat penembakan dan tindakan kekerasan lainnya.
Sehubungan dengan hal tersebut YLBHI-LBH Makassar menyampaikan beberapa hal terkait hal tersebut, yakni:
Dalam proses penanganan terhadap tersangka teroris diduga telah melanggar prosedur, seperti tidak menunjukkan surat tugas dan surat penangkapan. Tidak ada informasi dan penjelasan/pemberitahuan tentang proses hukum dan keberadaan tempat penahanan. Sejak penangkapan yang dilakukan pada tanggal 4 dan 5 Januari 2013 pemberitahuan kepada keluarga Thamrin (Kel. Daya) dan Syarifuddin dan Fadli (Kab.Enrekang) sama sekali tidak dilakukan oleh aparat Densus 88 Anti Teror.
Tindakan upaya paksa kemudian menjadi persoalan jika dikaitkan dengan ketentuan izin penyidikan dari Ketua Pengadilan Negeri atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana Pasal 26 ayat 4 UU No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Perpu No 1 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
LBH Makassar menilai tindakan ini jelas bertentangan dengan prinsip hukum dan HAM, dan melanggar prosedur hukum acara (KUHAP dan UU Tindak Pidana Teroris), terutama prinsip Due Process of Law yang menekankan prinsip “perlakuan” dan dengan “cara yang jujur” (fair manner) dan “benar”.
Selain itu proses penyidikan dan tindakan paksa yang dilakukan tidak dibarengi dengan pemberian hak-hak kepada tersangka. Dimana tersangka dan keluarganya tidak diberikan hak untuk mendapatkan infromasi, hak atas kunjungan serta hak atas bantuan hukum (Penasehat Hukum).
Tindakan ini jelas bertentangan terhadap Prinsip hukum dan HAM yakni Miranda Rule, yang merupakan hak-hak konstitusional dari tersangka atau terdakwa yang antara lain, hak untuk tidak menjawab atas pertanyaan pejabat bersangkutan dan hak untuk didampingi atau dihadirkan Penasihat Hukum.
Selanjutnya dikatakan bahwa tindakan upaya paksa yang dilakukan secara sewenang-wenang dan secara kekerasan tersebut, bertentangan dengan tugas dan fungsi Polri sebagai perlindung, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat serta kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan menegakkan HAM.
Hal ini jelas diatur dalam UU Kepolisian dan Perkap No. 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam penyelenggaraan tugas kepolisian negara Republik Indonesia terutama Pasal 11 ayat 1.
Bahwa dalam tindakan penangkapan yang disertai dengan kekerasan tersebut, diantaranya dilakukan terhadap orang yang ternyata bukan tersangka ataupun jaringan teroris sebagaimana dugaan Densus 88 Anti Teror, sebelumnya seperti yang terjadi di Kab. Enrekang.
Fakta ini menunjukkan bahwa tindakan penangkanpan tersebut dilakukan tidak berdasar pada bukti permulaan yang cukup sebagiamana dimaksud dalam Pasal 26 UU No.15 tahun 2003. Selain itu tidak mempertimbangkan keseimbangan antara tindakan yang dilakukan dengan bobot ancaman yang cukup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Perkap No. 8 Tahun 2009.
Atas penjelasan diatas LBH Makassar mengecam tindakan upaya paksa oleh Densus 88 Anti Teror, yang dilakukan secara sewenang-wenang dan dengan kekerasan dalam penanganan tindak pidana terorisme di Sulsel, sebagai bentuk pelanggaran hukum dan hak asasi manusia.
LBH Makassar mendesak pihak Densus 88 Anti Terror dan Kepolisian Daerah Sulsel untuk memberikan akses informasi dan hak mengunjungi tersangka kepada keluarga tersangka.
Sumber : kabar-toraja.com/berita-luar/sulawesi-selatan/3882, 22 Januari 2013
Entry by : jakarta 21/Jan/2013