SIARAN PERS Nomor 024/SP/YLBHI/I/2008 Negara Wajib Melindungi Hak Untuk Tidak Memilih Dalam Pemilu
tentang
Kami berkepentingan untuk menyampaikan kepada publik untuk tidak terjebak dalam debat tentang Golput yang amat potensial memecah belah bangsa serta mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan HAM. Sebagai contoh, keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan Golput, yang kami nilai Negara harus tetap berdiri di atas kepentingan semua warganegara dan tidak sertamerta meneruskan fatwa haram Golput itu sebagai bagian dari kebijakan Negara yang mengikat semua warganegara.
Terkait dengan maraknya perbincangan publik tentang golongan putih (Golput) dalam Pemilu, Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) merasa perlu untuk menyampaikan pandangan tentang hak setiap orang untuk memilih dan dipilih dalam Pemilu (voting rights) berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM) yang berlaku secara universal. Prinsip HAM universal menempatkan hak memilih atau dipilih sebagai bagian dari hak dasar manusia, yang dijamin dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (Pasal 25) dan juga dijamin dalam konstitusi UUD 1945.
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik pada bagian Komentar Umum Pasal 25 menyebutkan: Kovenan mengakui dan melindungi hak setiap warganegara untuk mengambil bagian dalam pelaksanaan urusan-urusan publik, hak memilih dan dipilih, serta hak atas akses terhadap pelayanan publik.
Kami berkepentingan untuk menyampaikan kepada publik untuk tidak terjebak dalam debat tentang Golput yang amat potensial memecah belah bangsa serta mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan HAM. Sebagai contoh, keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan Golput, yang kami nilai Negara harus tetap berdiri di atas kepentingan semua warganegara dan tidak sertamerta meneruskan fatwa haram Golput itu sebagai bagian dari kebijakan Negara yang mengikat semua warganegara.
Prinsip HAM universal menyebutkan bahwa Negara wajib menjamin hak memilih (right to vote) dan hak untuk dipilih (right to be elected). Karenanya, setiap negara diminta untuk menerbitkan peraturan perundang-undangan dan upaya lain yang diperlukan untuk memastikan setiap warga negara tanpa diskriminasi berdasarkan apa pun memperoleh kesempatan yang efektif menikmati hak ini. Hak ini pada pokoknya, menjamin setiap warga negara untuk secara bebas (freely) turut serta dalam urusan publik dengan memilih wakil-wakilnya yang duduk di legislatif dan eksekutif. Karenanya, hak ini juga berkaitan dengan hak yang lain dan tidak dapat dipisahkan, yakni: kebebasan berekspresi, berserikat dan berkumpul (freedon of expression, assembly and association).
Dalam disiplin hak asasi manusia, tidak ada standar dan norma apa pun yang menyatakan bahwa setiap orang wajib memilih dan dipilih. Sebaliknya yang diatur adalah kewajiban negara untuk memastikan hak ini dijamin pemenuhannya secara bebas. Apabila dikaitkan dengan keberadaan Golput, YLBHI berpandangan bahwa Negara tetap berkewajiban untuk menghormati dan melindungi warganegara yang mengambil pilihan untuk berpartisipasi secara pasif dalam bentuk Golput tersebut.
Sejarah politik Indonesia pernah diwarnai oleh pengalaman buruk terkait campur tangan Negara dalam hal hak untuk memilih dan dipilih pada masa Orde Baru, ketika terjadi kriminalisasi besar-besaran terhadap kaum yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu (Golput). Sejarah buruk itu akan berulang, apabila Negara melakukan stigmatisasi, apalagi kriminalisasi, terhadap kaum Golput dalam Pemilu 2009.
YLBHI berpendapat Pemilu merupakan wahana demokrasi bagi seluruh rakyat Indonesia. Pelaksanaan Pemilu tidak seharusnya diwarnai oleh tindakan-tindakan yang bertentangan dengan nilai demokrasi dan prinsip HAM. Pemilu yang bertentangan dengan demokrasi dan HAM merupakan Pemilu yang gagal. Karenanya, YLBHI mendorong terlaksananya Pemilu yang sejalan dengan nilai demokrasi dan prinsip HAM.
Jakarta, 28 Januari 2009
Badan Pengurus YLBHI
Patra M. Zen
Ketua
Download File : 20090128_SiaranPers_Golput