SIARAN PERS Nomor 022/SP/YLBHI/I/2009 ULASAN DAN PREDIKSI HAM 2009: Tahun Ketika HAM Tersingkir
tentang
Pada tahun 2009, YLBHI memprediksikan bahwa hak asasi manusia (HAM) akan menjadi sesuatu hal yang disingkirkan oleh negara, tenggelam dalam hiruk-pikuk persiapan dan pelaksanaan Pemilu yang akan digelar mulai 9 April 2009 mendatang. YLBHI memprediksikan, Pemilu 2009 mendatang akan menjadi Pesta Demokrasi di tengah keterpurukan kondisi sosial ekonomi rakyat. HAM diprediksikan hanya akan menjadi jargon organisasi politik untuk menaikkan citra demi kepentingan kursi kekuasaan. Alhasil substansi penegakan HAM akan mengalami penyingkiran oleh perilaku politik aktor-aktor kekuasaan.
Peralihan tahun 2008 ke tahun 2009 akan menjadi saat yang sangat berat dalam hal penegakan hak asasi manusia (HAM). Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) menilai telah terjadi kemandekan penegakan HAM pada tahun 2008 lalu, yang setidaknya dapat dilihat dari proses hukum terhadap kasus Munir, yang dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, membebaskan terdakwa Muchdi Pr; serta tetap terlunta-luntanya pembayaran ganti rugi bagi para korban Lapindo, meskipun telah dikeluarkan Peraturan Presiden yang mengatur skema ganti rugi bagi korban lumpur Lapindo.
Pada tahun 2009, YLBHI memprediksikan bahwa hak asasi manusia (HAM) akan menjadi sesuatu hal yang disingkirkan oleh negara, tenggelam dalam hiruk-pikuk persiapan dan pelaksanaan Pemilu yang akan digelar mulai 9 April 2009 mendatang. YLBHI memprediksikan, Pemilu 2009 mendatang akan menjadi Pesta Demokrasi di tengah keterpurukan kondisi sosial ekonomi rakyat. HAM diprediksikan hanya akan menjadi jargon organisasi politik untuk menaikkan citra demi kepentingan kursi kekuasaan. Alhasil substansi penegakan HAM akan mengalami penyingkiran oleh perilaku politik aktor-aktor kekuasaan.
YLBHI menyoroti tiga kelemahan pokok penegakan HAM tahun 2008, yaitu, pertama, produksi kebijakan mengalami peningkatan, namun di sisi lain muncul produk kebijakan yang mengancam hak asasi manusia. Demikian pula dengan kegagalan atas rencana untuk melakukan ratifikasi sejumlah norma HAM internasional yang penting. Kedua, kemajuan jaminan normatif tidak diimbangi dengan kemampuan untuk mengimplementasikan dan melindungi hak-hak tersebut, misalnya, dalam isu kebebasan beragama dan berkeyakinan, yang terbukti dalam kasus penyerangan terhadap Jemaah Ahmadiyah. Ketiga, kemandekan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu yang diduga melibatkan aktor-aktor penting kekuasaan.
Dari sudut pandang kelembagaan, YLBHI mencatat beberapa lembaga negara/departemen yang kinerjanya memperlambat penegakan HAM, seperti Departemen Hukum dan HAM (Menteri Andi Matalatta), Kejaksaan Agung (Hendarman Supandji), Departemen Pekerjaan Umum (Djoko Kirmanto), Departemen Kesehatan (Siti Fadilah Supari), DPR (Agung Laksono), institusi pengadilan di bawah Mahkamah Agung (Bagir Manan yang digantikan oleh Pjs Harifin Tumpa), serta Departemen Luar Negeri (Hasan Wirayuda) terkait kegagalan ratifikasi Statuta Roma dan Optional Protocol Konvensi Anti-Penyiksaan pada tahun 2008. Sementara Mahkamah Konstitusi (Jimly Asshidiqie digantikan oleh Mahfud MD) dan Komnas HAM (Ifdhal Kasim) masih merupakan lembaga yang dipercaya publik terkait perlindungan HAM warga negara.
Berdasarkan surat//laporan kasus kantor-kantor LBH yang dihimpun secara nasional oleh YLBHI, pada tahun 2008, terdapat 35 laporan/surat pengaduan terkait pelanggaran HAM yang ditujukan kepada institusi negara. Total surat yang masuk sebanyak 35. Dari jumlah itu, Kepolisian dan TNI merupakan dua lembaga terbanyak yang dilaporkan melakukan dugaan pelanggaran HAM.
Tahun 2008 juga masih diwarnai terabaikannya hak-hak sipil dan politik serta hak ekonomi, sosial, dan budaya, warga negara. Kasus-kasus yang muncul seperti kasus salah tangkap, kasus kekerasan terhadap Jemaah Ahmadiyah, kasus gizi buruk, kasus sekolah roboh, kasus penggusuran paksa, kasus penyiksaan…
Setidaknya terdapat empat undang-undang yang disahkan pada tahun 2008 yang potensial mengancam HAM, yakni UU Pemilu, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Badan Hukum Pendidikan, dan UU Pornografi. Sedangkan RUU penting yang terbengkalai tahun 2008 adalah RUU KUHP dan KUHAP, RUU Peradilan Militer, RUU Rahasia Negara, dan RUU Bantuan Hukum.
Pada tahun 2009, YLBHI secara khusus memberikan perhatian pada dua hal: pertama, postur APBN 2009 terutama alokasi anggaran bidang hukum dan HAM, yang potensial menjadi alat untuk mengelabui masyarakat dan menaikkan citra kelompok tertentu untuk kepentingan Pemilu 2009. Politik anggaran berbasis citra tersebut sama sekali sulit diharapkan menjadi hal yang substansial untuk memenuhi dan menjamin terpenuhinya hak-hak dasar warga negara. Untuk tahun ini, kami memandang perlu untuk memberikan pemantauan lebih terhadap alokasi dana yang berkaitan dengan pemenuhan hak dasar warga negara dalam bidang pendidikan yang jumlahnya mencapai Rp 207,4 triliun, sebagai bagian dari amanat Konstitusi yang mensyaratkan 20% anggaran APBN untuk pendidikan.
Kedua, YLBHI menyoroti pola sirkulasi kekuasaan yang akan dihasilkan lewat Pemilu 2009, yang diprediksikan tidak akan jauh berganti dari rezim lama. Sempitnya ruang pergantian kekuasaan tersebut akan menambah panjang dan lama kurun waktu mandeknya penegakan HAM pada tahun-tahun mendatang. Sesuatu hal yang bisa terjadi akibat tidak adanya garis batas yang jelas antara pelaku/aktor negara lama dan aktor negara baru yang duduk dalam pemerintahan.
Dari dua sorotan tersebut, YLBHI merekomendasikan:
1. Aktor-aktor negara untuk tidak menjadikan rakyat sebagai korban politik pencitraan demi kepentingan mendapatkan kursi kekuasaan pada Pemilu 2009;
2. Perlunya transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam pengawasan penggunaan anggaran bidang HAM;
3. Masyarakat untuk berhati-hati dan cerdas dalam mencermati calon-calon legislatif dan pucuk eksekutif, ketika hendak menentukan pemimpin yang akan duduk dalam pemerintahan melalui Pemilu 2009;
4. Meneruskan proses hukum semaksimal mungkin atas kasus pelanggaran HAM masa lalu yang masih terlunta-lunta penegakan hukumnya;
5. Negara harus tetap menjamin, melindungi, dan mewujudkan pemenuhan HAM (Sipol dan Ekosob) bagi warga negara, sebelum, selama, dan sesudah Pemilu 2009, dengan komitmen dan kesadaran penuh bahwa hal tersebut merupakan prinsip dasar HAM universal.
Jakarta, 6 Januari 2009
Badan Pengurus
Patra M. Zen
Ketua
Download File : 20090106_SiaranPers_Ulasan dan Perdiksi HAM 2009