Sikap PJ Bupati, Kapolres dan Ketua DPRD Kabupaten Kuningan yang Melarang Jemaah Ahmadiyah Mengadakan Pertemuan Tahunan Merupakan Tindakan Melanggar Hukum dan HAM, serta Bertentangan dengan Semangat Kebhinekaan dan Toleransi

Sikap PJ Bupati, Kapolres dan Ketua DPRD Kabupaten Kuningan yang Melarang Jemaah Ahmadiyah Mengadakan Pertemuan Tahunan Merupakan Tindakan Melanggar Hukum dan HAM, serta Bertentangan dengan Semangat Kebhinekaan dan Toleransi

 

Rabu, 4 Desember 2024 – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Forum Masyarakat untuk Toleransi (FORMASSI) Jawa Barat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, dan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB) mengecam tindakan FORKOPIMDA Kabupaten Kuningan (PJ. Bupati Kuningan), Kapolres Kuningan, dan Ketua DPRD Kuningan) yang melarang kegiatan pertemuan tahunan (Jalsah Salanah) Jemaat Ahmadiyah dan mengancam akan membongkar venue dan mensweeping tamu-tamu yang akan datang.

YLBHI, Formassi Jawa Barat, LBH Bandung dan Jakatarub mendesak Presiden, Kapolri, Pj. Gubernur Jabar, dan seluruh elemen masyarakat Indonesia untuk menjamin kebebasan berkumpul dan beragama bagi Jemaat Ahmadiyah serta membatalkan keputusan Forkopimda Kuningan yang inkonstitusional tersebut.

Jalsah Salanah merupakan pertemuan tahunan untuk berdiskusi, belajar, sharing. Ini merupakan kegiatan yang sah secara hukum, terlebih diadakan di wilayah sendiri dan tidak mengganggu orang lain. Maka Jemaat Ahmadiyah berhak untuk mengadakan pertemuan anggota dan kegiatan-kegiatan-kegiatan lain, Konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan Indonesia jelas memberikan jaminan perlindungan. Maka tugas Kepolisian, Pemerintah Daerah, dan Pejabat-pejabat publik lain untuk menghormati dan melindungi. Tindakan Pelarangan dan pembubaran merupakan tindakan yang mengangkangi dan mengkhianati tujuan negara yakni “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”.

Tindakan Pelarangan dan ancaman pembongkaran dan sweeping tersebut juga sangat bertentangan dengan prinsip dan konstitusi Negara Indonesia sebagai negara hukum, serta penghormatan atas kebebasan berkumpul dan berserikat sebagai tertulis dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Lalu, dalam  pasal 28 E ayat 3. Dalam ayat tersebut, dikatakan bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Serta lebih ditegaskan dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa (1) setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu; (2) negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya dan kepercayaannya.

Selanjutnya penolakan yang dilakukan oleh Negara melalui perangkat pemerintah dan keamanannya melanggar ketentuan Hak Asasi Manusia Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (6) yang berbunyi: “Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.”.

Oleh karena itu, sebagai upaya menjamin hak kebebasan beragama/ berkeyakinan dan berekspresi setiap warga negara. Serta sejalan dengan Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai dasar bernegara dan berbangsa Indonesia, dengan ini Kami, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Forum Masyarakat untuk Toleransi (Formassi) Jawa Barat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, dan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub)  menyatakan sikap:

  1. Tindakan ini mencerminkan bahwa negara masih tetap aktif dalam melakukan tindakan pelanggaran HAM pada isu kebebasan beragama dan berkeyakinan. Negara semestinya hadir dalam wujud penghormatan bagi siapapun yang akan melakukan kegiatan ibadah keagamaan, sebagaimana amanat konstitusi dalam Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”;
  2. Perihal dugaan banyak pihak yang menolak adanya kegiatan dari masyarakat yang dijadikan alasan diadakannya rapat koordinasi tersebut dan menolak kegiatan Jalsah Salanah adalah urusan kemasyarakatan yang seharusnya bisa ditengahi oleh Pemerintah Setempat dan tidak bisa menjadi suatu alasan untuk menggugurkan jaminan hak asasi. Berdasarkan fakta diatas telah jelas dan terang, adanya tindakan perangkat Negara yakni Pemda Kab. Kuningan, Forkopimda Kab. Kuningan, Polres Kuningan dan DPRD Kab. Kuningan yang menyatakan penolakan kegiatan Jalsah Salanah, menambah kegagalan Negara dalam memberikan perlindungan dan jaminan atas pemenuhan Hak Asasi Warga Ahmadiyah dari perlakuan intoleran, tidak hanya lalai tapi Negara ikut terlibat dan aktif dalam pelanggaran HAM;
  3. Menuntut Pemda Kab. Kuningan, Forkopimda Kab. Kuningan, Polres Kuningan, dan DPRD Kab. Kuningan, sebagai representasi Negara mengedepankan nilai-nilai toleransi dan dapat menegakkan prinsip Hak Asasi Manusia melalui perlindungan dan pengamanan dalam pelaksanaan kegiatan Jalsah Salanah di Desa Manislor, Kab. Kuningan, bukan menjadi bagian aktor penolakan tersebut;
  4. Mendesak Presiden, KSP (Kantor Staff Presiden), Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, PJ Gubernur Jawa Barat dan KAPOLRI untuk segera turun tangan mengatasi dan menindak tegas perangkat pemerintah yang melakukan penolakan terhadap kegiatan Jalsah Salanah;
  5. Mengecam tindakan pelarangan Kegiatan Jalsah Salanah yang dilakukan oleh Pemda Kab. Kuningan, Forkopimda Kab. Kuningan, Polres Kuningan dan DPRD Kab. Kuninganyang secara langsung melawan amanat Konstitusi Negara dimana Negara menjamin kebebasan beragama bagi warga Indonesia;
  6. Memberikan rekomendasi evaluatif terhadap perangkat negara diantaranya Pemda Kab. Kuningan, Forkopimda Kab. Kuningan, Polresta Kuningan dan DPRD Kab. Kuninganyang secara langsung melawan amanat Konstitusi Negara dimana Negara menjamin kebebasan beragama bagi warga Indonesia,  yang telah berperan aktif melakukan Pelanggaran HAM dan tidak melaksanakan pemberian perlindungan dan jaminan atas pemenuhan Hak Asasi Warga Ahmadiyah.

Cp :

Muhamad Isnur (Ketua Umum Pengurus YLBHI)
0822 5884 3986 – Heri Pramono (Direktur LBH Bandung)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *