Sejak tahun 2005 hingga 2012 lebih dari 7200 karyawan PT. BRI yang telah pensiun. Jumlah 7200 orang ini akan terus bertambah seiring dengan berjalannnya waktu. Layaknya, apabila seseorang di PHK karena memasuki usia pensiun, maka dirinya berhak atas pilihan untuk mendapatkan pesangon atau dana pensiun. Para pensiunan karyawan ini diwajibkan untuk mengikuti program pensiun oleh PT. BRI pada Yayasan Dana Pensiun PT. BRI. Setiap bulan, PT. BRI secara langsung memotong gaji para karyawan sebesar + 10% ke rekening Yayasan Dana Pensiun PT. BRI sebagai bentuk tabungan hari tua para karyawan. Para karyawan ini menduga uang tabungan hari tua yang setiap bulan mereka setor menjadi penyertaan modal di Yayasan Dana Pensiun PT. BRI. Semestinya pada saat para karyawan ini diPHK karena memasuki masa pensiun, maka mereka mendapatkan pesangon sebesar 32,2 bulan gaji atau dana pensiun yang programnya dilaksanakan oleh perusahaan sebagaimana diatur dalam pasal 167 ayat (3) UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan mereka juga berhak mendapatkan uang pergantian sebesar 15 % sebagaimana diatur dalam pasal 156 ayat (4) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan.
Semestinya, pada saat para karyawan ini berhenti karena memasuki masa pensiun, mereka mendapatkan dana pensiun berdasarkan akumulasi bersaran tabungan yang mereka setiap bulan selama mereka bekerja. Akan tetapi, hingga saat ini, para pensiunan PT. BRI belum menerima sepersen uangpun dari dana pensiunan kecuali bunga dari penyerahan potongan gaji para karyawan yang telah disetor kepada dana pensiun.
Menurut Martahan Togatorop sebagai perwakilan para karyawan yang tergabung dalam Forum Silahturahmi Pekerja BRI (FSPBRI) mengatakan, bahwa PT. BRI membandingakan pesangon dengan uang yang akan diterima, padahal seharusnya pesangon dibandingkan dengan uang yang sudah diterima sesuai dengan Pasal 167 ayat (2) dan (3) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Bahkan menurut Martahan Togatorop, bahwa uang yang dijanjikan akan dibayarkan tersebut sifatnya untung-untungan, artinya bisa diterima dan bisa tidak diterima. Hal ini terdapat didalam Pasal 33 ayat (4) SK BRI No. 54 Tahun 2004 dan pasal 34 ayat (4) SK BRI No. 4 Tahun 2012 yang intinya apabila pensiunan meninggal dunia dan tidak memiliki ahli waris, maka yang dikembalikan adalah hasil iuran pekerja sendiri, sedangkan hasil iuran PT. BRI tetap tinggal di Yayasan Dana Pensiun PT. BRI.
Menurut Alvon Kurnia Palma Ketua Badan Pengurus Yayasan LBH Indonesia menilai tidak diberikannya dana pensiun kepada karyawan dan malah memanfaatkan untuk modal yayasan dana pensiun merupakan suatu tindakan yang patut diduga sebagai suatu bentuk tipu-muslihat yang telah dilakukan oleh PT. BRI kepada keseluruhan karyawan yang menjadi peserta program dana pensiun ini. Untuk itu, Yayasan dana Pensiun dapat diduga dikualifikasikan melakukan perbuatan sebagaimana pasal 2 huruf q dan r UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang sanksi pidana pokok berupa denda terhadap korporasi sebesar 100.000.000.000 (seratus milyar rupiah) dan memenuhi unsur sebagaimana diatur dalam pasal 6 ayat (2) UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencucuian uang serta dapat diberikan sanksi berupa pencabutan izin usaha dan pembubaran atau pelarangan dan pembekuan sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) UU nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang.
Disamping itu, PT BRI dan Yayasan Dana Pensiun BRI dapat juga di Pailitkan berdasarkan UU Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. Berdasarkan itu, Yayasan LBH Indonesia akan mengirimkan somasi kepada PT. BRI untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Kontak Person :
- Alvon Kurnia Palma : 08126707217
- Bahrain : 081361697197
- Martahan Togatorop : 081263030399